Hakim akan mengelurkan putusan hasil sidang sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 berdasarkan bukti.
Proses sidang sengketa hasil Pemilu Presiden 2019 sedang dilaksanakan. Sidang digelar sebagai salah satu tindak lanjut pengajuan gugatan hasil pemilu yang dilayangkan dari kubu Prabowo-Sandi. Prabowo-Sandi memang sebelumnya mengklaim kemenangannya atas pasangan Jokowi-Maruf. Bahkan Prabowo-Sandi menilai bahwa Paslon nomor urut 01 melakukan kecurangan.
Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi juga mengklaim memiliki alat bukti yang kuat. Alat bukti tersebut akan ditunjukkan saat persidangan. Selain itu, kubu 02 juga mendatangkan saksi ahli untuk mendukung dalil kecurangan yang diajukan.
Hakim MK memutuskan berdasarkan bukti
Menanggapi sidang sengketa hasil pemilu, Bivitri Susanti selaku pakar hukum tata negara, ikut menanggapi sidang tersebut. Ia mengatakan bahwa keputusan hakim MK dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) nantinya didasarkan pada bukti. Bukan didasarkan pada pendapat ahli.
Dilansir dari news.detik.com, Bivitri juga mengatakan bahwa ranah MK bukan pada pelanggara pemilu, namun pada hasil pemilu. Dari pernyataan tersebut agaknya kurang tepat jika kubu 02 mempermasalahka pelanggaran pemilu di MK.
“MK ini bukan forum penanganan pelanggaran pemilu, tapi MK itu berbicara mengenai hasil pemilu. Apakah pemohon dengan segala dalilnya yang mungkin bagi pendukung atau pembenci fanatik paslon akan disukai atau tidak disukai. Tapi hakim tidak melihat demikian,” jelas Bivitri, Minggu (16/6/2019).
Dalam proses persidangan pada tahap pertama, tim kuasa hukum Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno mengutip beberapa pendapat ahli. Kutipan tersebut bertujuan untuk meyakinkan hakim MK dalam sidang tersebut. Tim kuasa hukum 02 juga berusaha meyakinkan bahwa Prabowo-Sandi seharusnya menang dalam Pemilu Presiden 2019.
Tim Prabowo-Sandi memang sering mendengungkan kecurangan dalam pemilu sejak awal, bahkan sejak sebelum pengumuman pemenang Pemilu 2019. Menanggapi hal tersebut, Bivitri menjelaskan bahwa yang akan menjadi pertimbangan hakim bukan dengungan kubu 02. Yang menjadi pertimbangan adalah apakah kecurangan tersebut mempengaruhi hasil pemilu atau tidak.
Dalam konteks sidang MK, menurut Bivitri, dalil pemohon harus mempengaruhi hakim, bukan publik.
“Misalnya curang, curang mempengaruhi hasil atau tidak. Bukan publik yang harus dikuasai pemohon, tapi hakim. Hakim pun tidak gampang terpengaruh pendapat ahli-ahli. Tapi yang akan digali adalah bukti yang sah secara hukum,” jelas Bivitri.
Misalnya, ujar Bivitri, barang bukti yang berasal dari tangkapan layar pada akun media sosial Twitter. Atau atau berita media online mainstream yang kemudian dijadikan salah satu bukti. Menurut Bivitri, hakim tidak akan mudah percaya dengan barang bukti yang bersumber dari kedua hal di atas.
Bivitri juga meminta semua pihak agar bisa menghormati sidang yang sedang berlangsung di MK dengan tidak berprasangka buruk terhadap para hakim. Orang-orang yang menjadi hakim dalam MK tidak dipilih secara sembarangan. 9 hakim MK tersebut merupakan pilihan tiga lembaga negara yang sah, yaitu eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Bivitri juga yakin jika MK akan menjunjung transparansi dalam sidang kali ini Sengketa hasil Pemilu Presiden 2019. Jika ada pihak yang tidak percaya dengan kapabilitas dan profesionalisme hakim, disarankan untuk melakukan pengawasan. Pengawasan bisa dilakukan sesuai mekanisme pengawasan yang ada.