Dilansir dari blog.netray.id:
Abstraksi
Diversifikasi merupakan strategi pertumbuhan perusahaan dengan memulai bisnis baru di luar produk dan pasar perusahaan sekarang (Kotler dan Amstrong, 2008:71). Dalam industri kecantikan, beberapa perusahaan telah mengeluarkan produk berlabel halal khusus bagi umat muslim sebagai bentuk diversifikasi. Mayoritas masyarakat Indonesia yang merupakan pemeluk agama Islam, dibaca sebagai peluang bagi industri kecantikan untuk mulai mengembangkan produknya. Apa yang membuat industri kecantikan mengembangkan ekspansi produk kosmetik halal? Seperti apa perkembangan brand kosmetik halal di Indonesia? Dan bagaimana respons konsumen terkait produk kosmetik berlabel halal? Netray akan mencoba mengulasnya dalam analisis berikut.
Sejarah Perkembangan Kosmetik Halal di Indonesia
Definisi dari produk kosmetik syar’i atau halal adalah kosmetik yang didalamnya terkandung bahan-bahan yang sesuai menurut hukum Islam. Produk tersebut dipastikan tidak mengandung bahan hewan dan alkohol. Di Indonesia, brand Wardah telah memperoleh sertifikasi halal sejak tahun 1999 dan merupakan pioner pertama kosmetik halal. Merek naungan PT. Paragon Technology & Innovation Indonesia ini terus mengembangkan produk kosmetik halalnya hingga berhasil mencuri perhatian pangsa pasar di Indonesia.
Demografi sekali lagi menjadi kunci pembacaan peluang industri kecantikan. Perkembangan industri kecantikan di Indonesia didukung oleh mayoritas penduduk beragama Islam yang berjumlah sekitar 200 juta jiwa. Populasi penduduk muslim di Indonesia yang hampir mencapai angka 87 persen dijawab dengan kehadiran produk kecantikan berbasis syariah Islam. Persaingan dalam industri kosmetik yang menggunakan label halal dinilai lebih aman karena melalui proses pemeriksaan oleh beberapa lembaga berwenang sebelum peluncuran produk kosmetik tersebut di pasaran.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional Indonesia (BPS), Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Yakni sebanyak 236,53 juta jiwa pada tahun 2021, atau 86,88% dari total penduduk Indonesia sehingga menempatkan agama Islam sebagai mayoritas. Oleh karena itu, pengembangan industri kecantikan halal di Indonesia merupakan strategi yang tepat. Sebab penduduk muslim akan cenderung memilih produk kosmetik yang sudah berlabel halal daripada yang tidak berlabel. Industri kecantikan berlabel halal tumbuh subur di Indonesia karena adanya faktor demografi jumlah penduduk muslim yang mendominasi negara ini.
Pengaruh Sertifikasi Halal Terhadap Tumbuh Suburnya Industri Kecantikan
Keberadaan cap halal dalam sebuah produk merupakan kebutuhan utama bagi umat Islam. Sebelum adanya logo halal oleh Majelis Ulama Indonesia, labelisasi halal pada produk pertama kali dikeluarkan di tahun 1976 oleh Kementerian Kesehatan. Hal tersebut diatur dalam Surat Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 280/Men.Kes/Per/XI/76 mengenai Ketentuan Peredaran dan Penandaan pada Makanan yang Mengandung Bahan Berasal dari Babi. Dalam peraturan tersebut tercantum instruksi agar memuat gambar babi berwarna merah untuk produk yang dinilai tidak halal sehingga peringatan produk haram dapat dikenali pembeli.
Kemudian pada 12 Agustus 1985, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No.42/Men.Kes/SKB/VIII/1985 dan Surat Keputusan No. 68 Tahun 1985 tentang Pencantuman Tulisan Halal. Pemberian label halal dapat dilakukan ketika produsen telah melaporkan komposisi bahan serta cara pengolahan produk pada Departemen Kesehatan yang diawasi langsung oleh Departemen Agama.
Pada 21 Juni 1996 ketiga lembaga yakni Departemen Agama, Departemen Kesehatan, dan Majelis Ulama Indonesia melakukan sinkronisasi kebijakan pencantuman logo halal. Setelah dilakukan sertifikasi dan produk dinyatakan bebas dari bahan non-halal maka MUI akan menerbitkan sertifikat halal pada produk tersebut. Sedangkan regulasi pencantuman logo halal merupakan kewenangan dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM).
Gambar di atas merupakan logo halal yang telah diperbarui berdasarkan sinkronisasi kebijakan dari ketiga lembaga yang telah disebutkan di atas. Kebijakan pergantian dan pencantuman logo halal disetujui pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang Pemasangan Label Halal yang harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu oleh lembaga yang telah ditetapkan pemerintah. Sementara aturan label kosmetik halal tertuang dalam peraturan BPOM RI Nomor 30 Tahun 2020 tentang Persyaratan Teknis Penandaan Kosmetika. Menurut Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) terdapat beberapa alasan produk kosmetik memerlukan sertifikasi halal. Pertama untuk memenuhi kebutuhan konsumen muslim dan keunggulan kompetitif. Selanjutnya memenuhi peraturan pemerintah yang kritis terkait bahan kosmetik dari segi kehalalannya.
Brand Kosmetik Lokal yang Sudah Bersertifikasi Halal
Faktor demografi dan sertifikasi halal yang diterapkan di Indonesia mempengaruhi keputusan banyak brand untuk mengedepankan label halal guna meraih kepercayaan konsumen. Berbagai brand mulai dari dalam negeri hingga luar negeri meramaikan industri kosmetik di Indonesia. Banyaknya produk dari berbagai brand memungkinkan pelanggan untuk memilih produk yang paling dibutuhkan. Termasuk produk kosmetik halal keluaran brand lokal Tanah Air. Brand lokal tersebut eksistensinya cukup diperhitungkan di Indonesia sebab kualitas kosmetiknya dinilai tidak kalah dengan brand luar negeri. Berikut beberapa brand lokal yang telah bersertifikasi halal.
Dilansir dari LPPOM MUI terdapat 15 brand lokal yang telah bersertifikasi halal. Data tersebut belum mencakup semua brand lokal keseluruhan, masih banyak brand lokal pendatang baru yang mulai menampakan diri tetapi belum banyak diketahui oleh pelanggan. Brand di atas adalah beberapa brand yang terkenal dan paling banyak digunakan oleh pelanggan.
Selain brand lokal bersertifikasi halal, terdapat pula beberapa brand kosmetik luar yang juga menarik perhatian masyarakat Indonesia seperti yang telah disinggung sebelumnya. Data dari Sociolla menunjukkan bahwa brand kosmetik dari negara Korea, Malaysia, dan Jepang telah banyak mengeluarkan produk berlabel halal. Brand asal Korea menempati urutan dua setelah Indonesia dengan mendapatkan review pelanggan Indonesia dengan jumlah 72 count atau sekitar 313,04%. Seperti diketahui bahwa telah banyak produk kecantikan dari negara Korea ini yang banyak digandrungi oleh kaum hawa. Kini hadirnya produk kecantikan berlabel halal yang dikembangkan oleh negeri gingseng ini semakin melejitkan nama Korea sebagai penghasil produk kecantikan. Meski minat konsumen beralih ke produk kosmetik Korea, tetapi peluang untuk produk kosmetik lokal juga masih tinggi.
Gambaran Review Pelanggan Kosmetik Halal
Impresi pelanggan terhadap sebuah produk dapat dijadikan tolok ukur bagi perkembangan sebuah produk dan untuk pelanggan lainnya. Komentar yang diberikan pelanggan untuk sebuah produk tertentu dapat berpengaruh untuk pelanggan lainnya. Semakin banyak impresi bagus sebuah produk akan semakin menarik pelanggan lain untuk membelinya. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit dan buruk impresi yang diberikan pelanggan terhadap suatu produk maka akan mempengaruhi citra produk itu sendiri.
Selama satu bulan pemantauan, tanggapan untuk produk kosmetik halal mendulang sebanyak 206 tweets dengan jangkauan mencapai 33,8 juta kali. Topik pembahasan terkait produk kecantikan banyak diulas oleh akun-akun resmi portal media dan sedikit menarik impresi murni warganet.
Netray Media Monitoring menjaring sentimen impresi yang diperbincangkan warganet terkait topik tersebut dalam sentimen negatif, positif, dan netral. Dalam statistik perbincangan seputar produk kecantikan halal didominasi tweet bersentimen positif sebanyak 46 persen. Hal tersebut dapat diartikan bahwa hadirnya produk kecantikan halal menuai impresi baik dari masyarakat Indonesia yang diwakili oleh warganet.
Beberapa pendapat dengan sentimen positif dan negatif di atas mewakili contoh pendapat dari warganet lainnya. Produk kosmetik halal bagi sebagian masyarakat dinilai sangat cocok karena menggunakan bahan alami dan mengandung sedikit kadar alkohol atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan pendapat dengan dengan sentimen negatif dikarenakan ketidakcocokan bahan kandungan kosmetik yang kadar zat kimianya kurang bereaksi pada kulit atau badan warganet.
Penutup
Perkembangan industri kecantikan berlabel halal di Indonesia dimulai sejak tahun 1999 dengan pioner brand Wardah. Kemudian seiring berjalannya waktu, perusahaan kosmetik lain juga merilis produk kecantikan dengan sertifikasi halal. Mayoritas penduduknya yang muslim melatarbelakangi citra produk halal dinilai memiliki pangsa pasar utama di Indonesia. Merek kosmetik lokal dengan sertifikasi halal pun saat ini sudah banyak beredar di pasaran. Selain merek lokal, brand luar negeri seperti Korea yang tengah naik daun di industri kecantikan dunia pun turut mengembangkan produk kosmetik halal. Masyarakat muslim Indonesia yang juga pecinta Korea menjadi sasaran utama hadirnya produk kosmetik halal tersebut. Dilihat dari salah satu laman website e-commerce terbesar di Indonesia yakni Sociolla, review untuk brand kosmetik Korea pun cukup banyak. Pendapat dengan sentimen positif yang memenuhi hampir 50 persen menggambarkan eksistensi produk kosmetik berlabel halal berhasil mencuri hati konsumen di Indonesia baik produk lokal maupun non lokal.