Djawanews- Tujuh fraksi, PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, PAN, dan PPP menyutujui Omnibus Law RUU Kesehatan ke Rapat Paripurna DPR RI esok. Dua fraksi lain yakni Demokra dan PKS menolak.
Keputusan ini diambil usai membacakan pendapat akhir mini fraksi dalam rapat Komisi IX bersama pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (19/6).
Perwakilan pemerintah yang hadir antara lain Menpan-RB Abdullah Azwar, Wamenkumham Eddy Hiariej, Wamenkeu Suahasil Nazara, hingga Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Nizam.
"Apakah naskah RUU ini disepakati untuk ditindaklanjuti pada pembicaraan tingkat II pada rapat paripurna?," tanya Wakil Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Nihayatul Wafiroh dalam rapat Komisi IX bersama pemerintah di Gedung DPR RI, Senin (19/6).
"Setuju," kata peserta yang hadir. Nihayatul selanjutnya mengetok palu sekali. Menurutnya, rapat paripurna akan dilakukan pada 20 Juni 2023.
Anggota Komisi IX dari Fraksi Demokrat Aliyah Mustika Ilham mengatakan partainya tak sepakat lantaran RUU Kesehatan menurutnya masih memiliki sejumlah persoalan mendasar.
"Demokrat mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan di luar gaji dan PPI tapi tidak disetujui, pemerintah justru memilih mandatory spending dihapus," ujar Aliyah.
Aliyah juga menyoroti kehadiran dokter asing dan diaspora yang diharpkan tunduk pada aturan yang ada. Ia juga menilai RUU ini kurang memberikan ruang pembahasan yang panjang dan terkesan terburu-buru.
"Maka dengan ini Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi UU," ujarnya.
Senada, Anggota Komisi IX DPR dari fraksi PKS Netty Prasetyani juga menilai pembahasan RUU Kesehatan terlalu cepat sehingga kurang menyerap banyak masukan dari masyarakat. Ia tak ingin nasib calon beleid ini akan berakhir seperti UU Cipta Kerja yang sebelumnya menimbulkan polemik.
"Pembahasan RUU relatif cepat, diperlukan waktu lebih panjang agar mendalam dan kaya masukan. Menimbang beberapa hal, PKS menolak RUU Kesehatan dilanjutkan pada tahap selanjutnya," kata Netty.
RUU Kesehatan mengalami penolakan dari berbagai pihak, khususnya lima organisasi profesi (OP) di Indonesia.
Kelima OP yang dimaksud adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Mereka menilai RUU Kesehatan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum terkait organisasi keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, kebidanan, dan apoteker.