Djawanews.com – Guru Besar Filsafat Moral Romo Magnis Suseno dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan brigadir J.
Romo Magnis menyebut Bharada E tak kuasa menolak perintah dari Ferdy Sambo. Alasannya, Bharada E memiliki pangkat yang sangat rendah dibandingkan Ferdy Sambo.
Seperti diketahui, Bharada merupakan pangkat paling rendah di institusi Polri. Sedangkan, inspektur jenderal merupakan pangkat tertinggi ke tiga.
"Itu tipe perintah yang amat sulit secara psikologis dilawan. Karena siapa dia? Mungkin dia orang kecil, jauh di bawah yang memberi perintah sudah biasa laksanakan," ujar Franz Magnis Suseno dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 26 Desember.
Dengan dasar itu, Romo Magnis mengatakan Bharada E memilih tetap menembak Brigadir J walaupun ada keraguan.
Terlihat dalam berkas dakwaan disebutkan Bharada E sempat berdoa beberapa kali sembelum melakukan penembakan di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli.
"Meskipun dia ragu-ragu dia bingung itu tidak berarti sama sekali tidak ada kesalahan, tetapi itu jelas menurut etika sangat mengurangi kebersalahan," ungkapnya.
Selain itu, ada budaya di institusi Polri soal perintah dari atasan merupakan hal mutlak. Sehingga, harus dilaksanakan.
"Situasi bingung dalam budaya perintah laksanakan berhadapan dengan atasan yang sangat tinggi mungkin ditakuti. Kebebasan hati untuk masih mempertimbangkan dalam waktu berapa detik yang tersedia mungkin tidak ada," kata Franz Magnis Suseno.
Bharada E diketahui menembak seniornya, Brigadir J, dengan senjata api jenis Glock-17.
Penembakan itu disebut atas perintah eks Kadiv Propam Ferdy Sambo yang berlangsung di rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.
Namun, sebelum menembak, ia sempat berdoa terlebih duli. Alasannya, Bharada E ragu dengan perintah yang diberikan kepadanya.
Adapun, di kasus ini juga ada empat terdakwa lainnya. Mereka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Mereka semua didakwa Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.