Djawanews.com – Akademisi dan pengamat politik Rocky Gerung meminta Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej meninjau kembali makna pasal penghinaan terhadap pemerintah yang masih tetap ada di RKUHP.
Rocky Gerung menafsirkan istilah "penghinaan" sebagai sesuatu yang berkaitan dengan dignity atau martabat. Sedangkan martabat melekat pada individu, bukan pada lembaga.
“Enggak ada martabat pemerintah. Martabat itu melekat pada manusia, konkret. Jadi kalau disebut menghina itu artinya pada martabat orang. Pemerintah tidak punya martabat karena bukan lembaga yang mempunyai perasaan,” terang Rocky dalam akun YouTubenya, dikutip Jumat, 24 Juni.
Ia menegaskan martabat itu merupakan prinsip hak asasi manusia dan itu wilayahnya individu, bukan lembaga atau pemerintah.
"Jadi bukan sekadar enggak boleh ada, itu salah tafsiran," sambungnya.
Di sisi lain, RKUHP yang memasukkan pasal penghinaan presiden akan mengekang kebebasan berpendapat.
“Di Amerika, presiden itu dihina tiap hari dan tidak merasa martabatnya terganggu. Jadi, ajaib juga kalau ada Presiden Amerika ke sini terus didemo mahasiswa, mahasiswanya ditangkap. Presiden AS bisa geleng-geleng kepala," tandasnya.