Dilansir dari blog.netray.id: Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) saat ini tengah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Draf RUU KIA salah satunya mengatur tentang kebijakan cuti hamil bagi ibu selama 6 bulan. Usulan RUU KIA tersebut belum sempat dikaji ulang namun sudah mendapat penolakan dari kalangan pengusaha dan diperdebatkan di media sosial. Ada yang menaruh harapan ada pula yang mengkritisi.
Untuk melihat perbincangan RUU KIA di media daring dan media sosial, Netray melakukan pemantauan selama satu bulan menggunakan kata kunci “ruu kia”. Dari pantauan Netray, selama periode 29 Mei-27 Juni 2022 atau sebulan terakhir topik RUU KIA telah diangkat oleh 69 portal berita. Adapun total berita yang terhimpun sebanyak 441 artikel dibahas dengan dominasi kategori “hukum” sebesar 62% dan “parenting” sebesar 20%.
Media daring menghimpun pemberitaan terkait RUU KIA dari berbagai sudut pandang. Salah satu hal yang menuai pro kontra ialah tanggapan dari sudut pandang pengusaha atau pemilik perusahaan yang menilai kebijakan ini merugikan bagi perusahaan.
Terlihat bahwa merugikan perusahaan’ termasuk komplain yang banyak diangkat oleh media daring setelah kata ‘keguguran’, ‘kekurangan gizi’ dan ‘stunting kronis’ yang menjadi dasar DPR untuk memberikan perpanjangan cuti hamil, dari mulanya 3 bulan menjadi 6 bulan. Sebab hal ini dianggap dapat mencegah adanya keguguran, kekurangan gizi pada janin hingga mencegah terjadinya stunting.
Contoh artikel di atas menyebutkan bahwa cuti melahirkan yang diperpanjang akan meningkatkan bonding ibu dan anak. Selain itu waktu 6 bulan yang merupakan golden age bagi pertumbuhan bayi dapat dapat menjadi perhatian sang ibu sehingga gizi pun terpantau dan tercukupi. Argumen inilah yang diungkapkan oleh DPR dalam mempertimbangkan pengesahan RUU KIA.
Melansir dari laman CNN Indonesia, perpanjangan cuti 6 bulan juga memiliki beberapa manfaat. Dikutip dari hasil riset yang dilakukan oleh lembaga konsultan internasional McKinsey, cuti melahirkan dan cuti ayah dapat memberikan manfaat bukan hanya untuk pribadi karyawan melainkan juga bagi perusahaan.
Manfaat yang paling banyak diulas yaitu meningkatkan produktivitas suami maupun istri. Distribusi tanggung jawab antara suami dan istri pun semakin terstruktur selama cuti tersebut. Lalu manfaat finansial juga dirasakan ketika cuti. Suami dapat membantu mendukung karir pasangan selama mengambil cuti, ketika istri mampu meningkatkan pendapatan mereka, kesejahteraan finansial jangka panjang dapat meningkat.
Meski demikian, tanggapan kontra tetap datang dari perkumpulan pengusaha. Opini kontra yang paling menonjol datang dari salah satu organisasi pengusaha terbesar di Indonesia, Apindo. Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo Jakarta Nurjaman mengungkap bahwa pihak Apindo tidak dilibatkan dalam perilisan usulan RUU KIA.
Apindo mengkhawatirkan akan terjadi penurunan produktivitas pekerja akibat rencana kebijakan RUU tersebut. Kemudian perusahaan akan berpotensi membongkar tatanan pekerja demi menambal kekosongan posisi selama cuti.
Sistem Penggajian dalam RUU KIA; 3 Bulan Gaji Full, Sisanya Gaji 75%
Salah satu isi dalam Rancangan Undang-Undang KIA dari pemerintah dan DPR RI yakni ibu melahirkan mendapatkan cuti paling sedikit 6 bulan. Lalu ibu yang mengalami keguguran mendapat cuti sebanyak 1,5 bulan. Kalimat tersebut tertuang dalam RUU KIA Bab II pasal 4 ayat 2 (a) dan (b).
Dalam RUU KIA pasal 4 ayat 2 (a) dan (b) selama cuti hamil dan melahirkan pekerja tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap memperoleh haknya sebagai pekerja. Besaran gaji 3 bulan pertama diberikan penuh sebanyak 100%. Kemudian 3 bulan berikutnya gaji diberikan sebesar 75%.
Bunyi pasal terkait sistem penggajian ini menjadi salah satu topik yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat di Twitter. Warganet memberikan opini terkait sistematika gaji cuti hamil dan melahirkan dalam kubu pro dan kontra. Opini dengan kalimat yang mengarah pada sentimen positif bersifat mendukung adanya usulan RUU KIA sedangkan opini dengan kalimat yang mengarah pada sentimen negatif mengkritisi RUU KIA tersebut.
Opini kritis salah satunya datang dari akun @gadisresidu_b3 yang mengungkapkan bahwa perusahaan berpotensi untuk berpikir dua kali dalam mempekerjakan perempuan lantaran aturan cuti hamil dan melahirkan 6 bulan. Selain mengomentari isi RUU KIA, terdapat pula warganet yang berpendapat bahwa usulan RUU KIA hanya untuk mencari suara masyarakat dalam rangka pemilihan presiden 2024.
Meski demikian, dukungan juga diungkapkan oleh warganet untuk RUU KIA. Menurut warganet adanya cuti hamil dan melahirkan selama 6 bulan dengan tetap memperoleh gaji 40-80% dapat mensupport kehidupan pasangan yang memiliki anak.
Diskusi di Jagat Maya Twitter
Dengan periode pemantauan yang sama seperti News yakni pada 29 Mei-27 Juni 2022, topik RUU KIA diperbincangkan sebanyak 3,705 twit. Mayoritas twit diperoleh dengan opini bernada positif. Topik tentang RUU KIA ini dapat dikatakan isu yang cukup viral meski tidak menduduki trending Twitter. Hal ini terlihat dengan capaian impresi topik RUU KIA sebesar 123,3 ribu dan menjangkau 91,9 juta akun Twitter masyarakat Indonesia.
Berbeda dengan sudut pandang dari news, perbincangan RUU KIA di Twitter banyak disumbang dengan opini dukungan. Masyarakat yang diwakili oleh warganet menggemakan pendapat bersentimen positif terutama untuk salah satu pasal yang menyebutkan cuti 40 hari untuk suami.
Warganet menilai bahwa peran ayah atau suami sangat penting di masa-masa awal melahirkan dan merawat bayi. Seperti salah satu twit yang dikemukakan oleh akun @pamiipams soal kemungkinan adanya perbedaan hormon perempuan atau terjadinya baby blues di awal memiliki bayi.
Selain itu, opini positif untuk topik berkata kunci “ruu kia” dan “ruu ibu dan anak” ini juga banyak disumbang dari warganet yang menggunakan tagar #DPRuntukNegeri. Warganet menuliskan opini bernada positif yang menilai DPR mendengar aspirasi rakyat. Sebab RUU KIA dianggap meringankan para ibu, suami, dan keluarganya.
Sementara itu sentimen negatif datang dari warganet yang mencoba menelaah dampak kebijakan ini. Salah satunya adalah terkait opini bahwa kebijakan ini merugikan perusahaan sebab karyawan harus absen selama 6 bulan sementara perusahaan pemberi kerja harus menanggung gaji tetap.
Maka bukan tidak mungkin jika perusahaan akan lebih selektif untuk mempekerjakan karyawan perempuan yang sudah menikah. Hal ini dianggap justru akan merugikan perempuan ke depannya. Sebab kebijakan cuti 6 bulan tanpa dukungan subsidi pemerintah akan membuat perusahaan enggan memperkerjakan perempuan.
Demikian analisis Netray, simak ulasan topik terkini lainnya dalam blog.netray.id.
Editor: Winda Trilatifah