Djawanews.com – Setelah menggulingkan Presiden Alpha Conde dan membubarkan kabinetnya, para pemimpin kudeta militer di Guinea berjanji pada hari Senin untuk membentuk pemerintahan transisi persatuan nasional.
Kudeta Hari Minggu, di mana Presiden Conde dan politisi top lainnya ditahan atau dilarang bepergian, adalah yang ketiga sejak April di Afrika Barat dan Tengah, meningkatkan kekhawatiran tentang mundurnya kekuasaan militer di wilayah yang telah membuat langkah menuju demokrasi multi-partai itu sejak tahun 1990-an.
Pengambilalihan itu secara luas dikutuk oleh kekuatan internasional, memberikan tekanan pada para pemimpin militer baru untuk menawarkan rencana di luar penggulingan tatanan lama, dan untuk meyakinkan investor ekspor bijih Guinea yang signifikan tidak akan terganggu.
"Konsultasi akan dilakukan untuk menentukan kerangka utama transisi, kemudian pemerintah persatuan nasional akan ditempatkan untuk memimpin transisi," pemimpin kudeta Mamady Doumbouya, mantan perwira legiuner Prancis, mengatakan pada pertemuan para menteri Conde dan pejabat senior pemerintah, seperti mengutip Reuters Selasa 7 September.
"Pada akhir fase transisi ini, kami akan mengatur nada untuk era baru bagi pemerintahan dan pembangunan ekonomi," katanya, diapit oleh tentara bersenjata dengan baret merah.
Doumbouya tidak mengatakan apa yang akan terjadi dengan transisi atau memberikan tanggal untuk kembalinya pemilihan demokratis.
Perebutan kekuasaannya didukung oleh ketidakpuasan yang meluas terhadap Presiden Conde, yang gagal memenuhi janjinya dengan demokrasi yang stabil namun setelah berkuasa membungkam lawan dengan keras, gagal mengatasi kemiskinan dan tahun lalu memutuskan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga, langkah yang dikritik dan dikatakan ilegal.
Kudeta itu disambut oleh banyak orang, tetapi menakuti sektor pertambangan. Guinea memiliki cadangan bauksit terbesar di dunia, bijih yang digunakan untuk memproduksi aluminium. Harga logam melonjak ke level tertinggi 10 tahun pada hari Senin, meskipun tidak ada tanda-tanda gangguan pasokan.
Untuk memadamkan ketakutan, Doumbouya mengatakan perbatasan laut akan tetap terbuka, sehingga produk pertambangan dapat diekspor. Jam malam yang berlaku sekarang tidak berlaku untuk sektor pertambangan.
"Saya dapat meyakinkan mitra bisnis dan ekonomi, kegiatan di dalam negeri akan berjalan normal. Kami meminta perusahaan pertambangan untuk melanjutkan kegiatannya," tukasnya.
Sementara itu, seorang juru bicara militer mengatakan di televisi bahwa perbatasan darat dan udara juga telah dibuka kembali. Kendati demikian, Doumbouya melarang pejabat pemerintah meninggalkan negara itu dan memerintahkan mereka untuk menyerahkan kendaraan dinas.
Para politisi yang menghadiri pertemuan Hari Senin itu kemudian dikawal oleh tentara dengan baret merah, melewati kerumunan yang mencemooh ke markas besar unit tentara Conakry.
Terpisah, Amnesty International, dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, meminta para pemimpin kudeta untuk mengklarifikasi dasar hukum penahanan Conde, dan untuk membebaskan mereka yang ditahan secara sewenang-wenang dalam bulan-bulan sekitar pemilihan tahun lalu.
Diberitakan sebelumnya, pasukan elite tentara nasional Guinea mengumumkan telah merebut kekuasaan, menggulingkan Presiden Alpha Conde dalam upaya kudeta, setelah tembakan di sekitar istana kepresidenan di Conakry, Minggu waktu setempat.
Mengutip The Guardian Senin 6 September, tentara mengumumkan kepemimpinan negara itu telah digulingkan, dalam pergolakan politik terbaru yang melanda negara Afrika barat yang kaya mineral dan miskin itu, di tengah klaim yang saling bertentangan tentang siapa yang berkuasa.
Kolonel Mamady Doumbouya, kepala unit dan pemimpin upaya kudeta dalam pidato singkat di penyiar nasional, Radio Television Guinea mengatakan, parlemen negara dan konstitusi telah ditangguhkan, perbatasan ditutup.