PLTA Rajamandala jadi salah satu upaya mengejar target penggunaan EBT (Energi Baru dan Terbarukan) di Indonesia.
Tahun 2019, Indonesia kembali meresmikan salah satu pembangkit listrik tenaga air, yakni PLTA Rajamandala. PLTA ini berada di Desa Cihea, Kecamatan Haurwangi, Cianjur, Jawa Barat. Dengan memanfaatkan arus sungai Citarum, Rajamandala mampu menghasilkan listrik sebesar 47 megawatt (MW). PLTA ini menggunakan turbin Francis Vertical Kaplan, memanfaatkan debit air 168 meter kubik dan ketinggian jatuh air 34 meter.
PLTA Rajamandala dihasilkan dari kerja sama antara PLN dan KEPCO
PLTA ini diresmikan pada tanggal 12 Juli 2019. Pembangunan pembangkit listrik ini terjadi atas kerja sama antara Anak Perusahaan PLN yaitu Indonesia Power (IP) dengan Kansai Electric Power Corp Japan (KEPCO). Meski telah dimulai tahun 2014, PLTA ini baru bisa dioperasikan tahun 2019.
Proyek PLTA yang bekerja sama dengan pihak Jepang ini menelan investasi sebesar US$ 150 juta. Dalam pembangunannya, PLTA Rajamandala sempat mengalami berbagai hambatan. Salah satunya disebabkan karena gangguan kondisi alam. Gangguan tersebut menyebabkan beberapa bagian konstruksi retak dan rusak.
Dirut PT Rajamandala Electric, Power Basuki Setiawan, juga sempat memberikan konfirmasinya mengenai kendala PLTA Rajamandala. Dilansir dari detik.com, ia mengatakan bahwa pembiayaan sempat berhenti karena masalah geologi.
“Proyek ini 2014 ya dimulai, kita rencanakan 2017 sudah beroperasi. Namun di tengah jalan 2016 kami alami kondisi geologi yang tidak stabil ada keretakan di konstruksi, karena enforcing geological conduction, akhirnya pembiayaan kami sempat berhenti,” ujar Basuki Setiawan, (12/7/2019).
PLTA Rajamandala dapat mengalirkan listrik melalui transmisi 150 kV (kilovolt) Cianjur-Cigereleng ke seluruh sistem kelistrikan di Jawa dan Bali. Pembangkit ini juga jadi salah satu upaya Pemerintah dalam mengejar target penggunaan EBT (Energi Baru dan Terbarukan) pada 2025.
PLTA Rajamandala menjadi PLTA yang menggunakan Penstock terbesar di Indonesia. Bahkan Spiral Case Rajamandala juga berbahan beton, dan ini jadi hal baru di Indonesia. Selain itu, PLTA ini menggunakan waterway sistem labirin dengan diameter terowongan terbesar di Indonesia.
Direktur Utama PT Indonesia Power Ahsin Siqiq sempat mengunjungi PLTA Mandala pada 24 Juni lalu. Ia mengungkapkan kebanggaannya atas berdirinya PLTA Rajamandala. Pembangunan pembangkit ini memang dilakukan oleh anak bangsa, namun masih membutuhkan bantuan pihak Jepang.
Selain mampu menghasilkan kapasitas listrik yang besar dengan harga yang murah, air yang keluar dari PLTA Rajamandala juga lebih jernih. Hal ini disebabkan karena adanya proses penyaringan beberapa kali yang diterapkan pada PLTA ini.