Djawanews.com – Pengacara mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, Djamaludin Koedoeboen mengatakan ada dugaan keterlibatan oknum petinggi partai politik (parpol) dalam kasus pemerasan yang dilakukan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri.
"Iya, diduga lebih dari 2 partai politik," ujar Djamaluddin kepada wartawan, Rabu, 6 Desember.
Namun Djamaludin tidak menyebutkan siapa dua oknum petinggi partai yang dimaksud. Menurutnya, bila disampaikan dikhawatirkan dapat mengganggu keamanan selama rangkaian kegiatan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Kami menduga terkait dengan keterlibatan beberapa oknum petinggi beberapa partai tertentu, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu pesta demokrasi di 2024 nanti,” ucapnya.
Tapi, dikatakan dari informasi yang didapat, keterlibatan oknum petinggi partai itu diduga berkaitan dengan proyek di Kementerian Pertanian.
“Ini terkait dugaan keterlibatan mereka di beberapa proyek di Kementan, sehingga terjadi pemerasan dari FB selaku ketua KPK nonaktif terhadap Pak SYL,” kata Djamaluddin.
Sebelumnya, Ian Iskandar mengklaim kliennya tak pernah berkomunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo melalui aplikasi pesan singkat. Bahkan, eks Menteri Pertanian itu disebut berkomunikasi dengan seseorang yang mengaku sebagai Ketua KPK.
Penyataan itu disampaikannya untuk membantah soal barang bukti tangkapan layar percakapan antara Firli Bahuri dan Syahrul Yasin Limpo.
"Ada kecenderungan fakta yang sangat kuat adalah percakapan Pak SYL yang mengaku orang yang mengaku Firli Bahuri," ujar Ian.
Tak hanya itu, Ian juga menyebut Syahrul Yasin Limpo telah mengakui bila berkomunikasi dengan seseorang yang hanya mengaku sebagai Firli Bahuri.
Sebab, nomor pada aplikasi pesan singkat yang berkomunikasi dengan SYL berbeda dengan Firli Bahuri.
"Jadi diakui oleh Pak SYL itu adalah profile picturenya sama dengan HP nomornya Pak Firli. Tapi Ternyata itu bukan Pak Firli. Itu diakui Pak SYL sendiri. Nomornya berbeda yang selama ini dipakai oleh Pak Firli," kata Ian.
Dalam kasus dugaan pemerasan, Firli Bahuri yang telah berstatus tersangka dipersangkakan dengan Pasal 12e, 12B atau Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 65 KUHP. Sehingga, terancam pidana penjara seumur hidup.