Djawanews.com – Ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif mempertanyakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengkritik untuk menyetop politik identitas dalam aksi 411 kemarin. Menurut Slamet, unjukrasa yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan Undang-undang.
"Aneh selama ini yang lain berpolitik identtias engga diserang seperti PKB/NU dengan Gus Dur-nya, PDIP dengan Soekarno-nya, Demokrat dengan SBY-nya. Giliran kita yg gerakan moral bukan gerakan politik dibilang politik identitas. Mereka yang engga mau politik identitas sesungguhnya engga punya identitas," kata Slamet Maarif dalam keteranganya di Jakarta, Senin 7 November.
Slamet justru malah menuding balik, bahwa kader PBNU memecah belah umat. Seperti Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang ucapannya menodai agama.
"Merekalah yang patut diduga menjadi otak pembubaran HTI dan FPI bahkan sekarang sedang diincar yang berbau-bau wahabi agak digilas juga. Intropeksi dong kalau perlu ngaca!," tegasnya.
Seharusnya, kata dia, PBNU menasehatin dan tegur kadernya sampai kebawah dan melakukan fitnah dan adu domna sesama saudara sendiri itu.
"Jangan musuhi ulama dan habaib, jangan usir pendakwah kedepankan dialog. Itu baru menjaga keutuhan bangsa. Jangan mau menang sendiri merasa paling benar," katanya.
Lebih lanjut, Slamet menyanrankan kepada PBNU lebih baik mengurusi kadernya yang terlibat tindak pidana korupsi yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
"Sudahlah NU Fokus urus kadernya yang terlibat korupsi, rampok uang rakyat ataupun yang terbaru pemalsuan uang baik yang dipusat maupun didaerah-daerha," katanya.
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengimbau semua pihak untuk menghentingkan menggunakan agama untuk kepentingan politik. Hal ini menanggapi aksi 411 kemarin, sekaligus rencana reuni 212.
Wasekjend PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengatakan, gerakan-gerakan yang membawa agama dalam urusan politik berpotensi memecah belah bangsa.
"Untuk semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung kita minta untuk menghentikan semua gerakan yang memecah belah kesatuan bangsa. Kedepankan politik gagasan, stop politik identitas," Rahmat melalui keterangan tertulis, Sabtu kemarin.