Djawanews.com – Kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan telah tersebar ke berbagai media. Partai Demokrat pun menyoroti penetapan tersangka pada Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyati.
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar dan seharusnya dihadapi dengan adu argumentasi, layaknya pada kasus Luhut Binsar itu.
“Tapi, tatkala pemaparan fakta hasil riset, bukannya dihadapi dengan pemaparan data dan fakta serta hasil riset pembanding, demokrasi kita seperti sedang diaduk dalam jurang kemunduran,” kata Herzaky dalam keterangannya pada Kamis, 24 Maret.
Herzky menyesalkan penyuara fakta malah diadukan ke polisi dan diancam dengan bui. Hal itu sama saja ingin mengkerangkeng demokrasi, dan menutup jalan untuk pemaparan kebenaran. “Dunia akademis kita dirancang untuk sekedar jadi pembenar, bukan menyuarakan kebenaran,” tegasnya.
Luhut Binsar Pandjaitan Disebut Menggunakan Ancaman, Intimidasi dan Ketakutan
Herzaky menyebukan alih-alih membuka diri atas perbedaan dan beradu fakta, pesan yang tertangkap oleh publik, pejabat publik cenderung menggunakan ancaman, intimidasi, dan manajemen ketakutan saat menghadapi perbedaan pendapat.
Menurut Koordinator Jubir Partai Demokrat ini, ketakutan akan semakin menyebar untuk meredam yang berani berbeda, menyuarakan suara rakyat, dan mengungkap kebenaran di muka publik. “Negara demokrasi kita tanpa disadari, bisa berujung ke negara otoriter, dengan label-label yang seakan-akan masih demokratis, padahal pada praktiknya bertolak belakang dengan nilai-nilai demokrasi,” papar Herzaky.
Dia menegaskan, partai besutan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tersebut akan terus bersuara di parlemen dan ruang publik, untuk mengedukasi dan memberikan pemahaman bahwa situasi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Herzaky mengingatkan kepada Luhut Binsar Pandjaitan untuk tidak alergi terhadap kritik. Ia juga meminta Luhut untuk membuka ruang dialektika, selama berdasarkan data dan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, pembicaraan di ruang publik akan semakin berkualitas.
“Namanya negara demokrasi, Luhut Binsar sebagai pejabat publik mesti siap dikritik. Seharusnya pejabat publik menjadi teladan dalam berdemokrasi, bukan malah menjadi bagian yang menggerogotinya. Argumen diadu dengan argumen, data dan fakta diadu dengan data dan fakta, riset diadu dengan riset. Bukan malah membawa perdebatan akademis ke ranah hukum,” pungkasnya.
Dapatkan arta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.