Djawanews.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengadakan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota yang juga penguasa de facto Arab Saudi, Mohammed Bin Salman alias (MBS). Pertemuan itu diadakan untuk memulihkan kembali hubungan antara Washington dan Riyadh yang sempat memburuk.
Dalam pertemuan itu, Joe Biden dilaporkan membicarakan tiga hal penting dengan figur yang juga dikenal dengan panggilan MBS itu. Namun, jawaban dari putra mahkota itu tidak sepenuhnya sejalan dengan apa yang diusulkan oleh orang nomor satu di AS itu.
Berikut 3 Hal yang Dibahas oleh Joe Biden dan Respon MBS:
- Pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi
Dalam pertemuan tersebut, Biden disebutkan membahas sebuah isu sensitif yang sempat memperburuk hubungan kedua negara. Isu tersebut terkait pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi, pada 2018 lalu.
Biden mempertanyakan terkait pembunuhan ini pada MBS. Ia mengatakan data yang dimiliki intelijen Washington terkait pembunuhan itu menyimpulkan bahwa pihak kerajaan bertanggung jawab atas insiden itu.
MBS pun membalas dengan pelecehan seksual dan fisik para tahanan di penjara Abu Ghraib Irak oleh personel militer AS serta pembunuhan jurnalis Palestina Amerika Shireen Abu Akleh di Tepi Barat. Menurutnya, insiden seperti ini juga memiliki dampak yang buruk bagi Washington.
"Putra Mahkota menanggapi pernyataan Presiden Joe Biden tentang ... Khashoggi dengan cukup jelas, bahwa kejahatan ini, meskipun sangat disayangkan dan menjijikkan, adalah sesuatu yang dianggap sangat serius oleh kerajaan (dan) ditindaklanjuti dengan cara yang simpatik dengan posisinya sebagai negara yang bertanggung jawab," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud.
"Ini adalah masalah, kesalahan yang terjadi di negara mana pun, termasuk AS. Putra Mahkota menunjukkan bahwa AS telah membuat kesalahannya sendiri dan telah mengambil tindakan yang diperlukan untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab dan mengatasi kesalahan ini seperti yang dilakukan kerajaan."
- Pakta pertahanan Timteng-Israel
Washington sendiri juga menargetkan agar Tel Aviv dapat bergabung dalam sebuah pakta pertahanan dengan negara-negara Timur Tengah (Timteng) dengan alasan perlindungan diri dari Iran dan kelompok Hizbullah Lebanon. Aliansi ini disebutkan akan menjadi mirip dengan NATO ala Arab.
Namun sejauh ini, belum ada kesepakatan yang tercapai dengan jelas. Bahkan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud, mengaku tak tahu adanya diskusi tentang aliansi pertahanan dengan Israel dan bahwa kerajaan pimpinan Raja Salman Bin Abdulaziz Al Saud itu tidak terlibat dalam pembicaraan semacam itu.
"Tidak ada jenis kerjasama militer atau teknis dengan Israel yang diangkat atau didiskusikan dan bahwa tidak ada yang namanya NATO Arab," tegasnya dikutip Saudi Gazette, Senin, 18 Juli.
Ia menambahkan bahwa saat ini pihak Saudi juga berupaya berdiskusi dengan Teheran untuk mencapai hubungan yang normal walau belum ada hasil positif yang konkret. "Tidak ada pesan kepada Iran dalam forum ini. Dialog dan diplomasi adalah satu-satunya solusi untuk program nuklir Iran," jelasnya.
- Peningkatan produksi minyak
Joe Biden juga diketahui juga berusaha untuk mengusulkan Saudi untuk meningkatkan produksi minyak. Ini dilakukan tatkala harga minyak global sedang naik pasca perang Rusia-Ukraina yang berujung rencana sanksi minyak Moskow. Namun, belum ada jaminan yang didapatkan Biden dari Saudi sejauh ini.
Meski begitu, Biden menyebut sikap negara-negara tersebut akan kembali terlihat dalam KTT OPEC Agustus mendatang. Saudi, bersama Rusia dan beberapa negara eksportir minyak besar lainnya diketahui memang merupakan anggota aliansi itu
"Saya menantikan untuk melihat apa yang akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang," kata Joe Biden padaSenin, 18 Juli.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.