Djawanews.com – China akhirnya membuka kembali perbatasannya untuk wisatawan asing setelah tiga tahun pembatasan karena pandemi COVID-19. Pembukaan ini ditandai dengan penerbitan visa semua kategori bagi turis asing mulai hari ini, Rabu 15 Maret.
Penghapusan tindakan kontrol lintas batas terakhir yang diberlakukan untuk mencegah COVID-19 ini, dilakukan setelah pihak berwenang bulan lalu menyatakan kemenangan atas virus tersebut.
Para pelaku industri pariwisata tidak mengharapkan masuknya pengunjung dalam jumlah besar dalam jangka pendek, atau dorongan yang signifikan terhadap perekonomian. Pada tahun 2019, penerimaan pariwisata internasional hanya menyumbang 0,9 persen dari produk domestik bruto China.
Namun, dimulainya kembali penerbitan visa untuk turis menandai dorongan yang lebih luas oleh Beijing untuk menormalkan perjalanan dua arah antara Tiongkok dan dunia, setelah menarik imbauan kepada warga negara untuk tidak bepergian ke luar negeri pada Bulan Januari.
Daerah-daerah di China yang tidak memerlukan visa sebelum pandemi akan kembali bebas visa, kata kementerian luar negeri pada Hari Selasa. Ini akan mencakup pulau wisata Hainan di selatan, yang merupakan destinasi favorit di kalangan warga Rusia, serta kapal-kapal pesiar yang melewati pelabuhan Shanghai.
Bebas visa bagi orang asing dari Hong Kong dan Makau ke provinsi paling makmur di China, Guangdong, juga akan dilanjutkan, keuntungan terutama bagi hotel-hotel kelas atas yang populer di kalangan pelancong bisnis internasional.
"Pengumuman bahwa China akan kembali mengeluarkan hampir semua jenis visa untuk orang asing mulai besok merupakan hal yang positif bagi para eksekutif bisnis Australia yang ingin melakukan perjalanan ke sini untuk mengunjungi tim, pelanggan, dan pemasok mereka yang berbasis di China, serta untuk menjajaki peluang bisnis baru di pasar China daratan," ujar Vaughn Barber, ketua Kamar Dagang Australia di China, dilansir dari Reuters 15 Maret.
Sejumlah agenda di Tiongkok yang terbuka untuk pengunjung asing, seperti Forum Pembangunan Tiongkok di Beijing akhir bulan ini dan Shanghai Autoshow di Bulan April, secara bertahap dilanjutkan. Asian Games yang diadakan setiap empat tahun sekali juga akan berlangsung di Kota Hangzhou di bagian timur Tiongkok pada Bulan September, setelah ditunda tahun lalu karena kekhawatiran akan COVID-19 di Tiongkok.
Namun, para calon pengunjung mungkin tidak akan langsung berbondong-bondong datang.
"Dalam hal pariwisata, China tidak lagi menjadi tujuan utama," kata seorang eksekutif di China International Travel Services di Beijing, yang menolak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.
"Secara komersial, keinginan orang asing untuk mengadakan acara di China juga menurun setelah COVID, karena terlalu banyak hal di sini yang dipengaruhi oleh politik yang membuat mereka takut," lanjutnya.
Dalam pelonggaran lebih lanjut atas kontrol terhadap pariwisata outbound, Tiongkok menambahkan 40 negara lagi ke dalam daftar negara yang diizinkan untuk tur kelompok, sehingga jumlah total negara menjadi 60 negara.
Namun, daftar tersebut masih belum termasuk Jepang, Korea Selatan, Australia dan Amerika Serikat. Hubungan antara negara-negara tersebut semakin erat, ketika Washington berhadapan dengan Beijing terkait berbagai isu, mulai dari Rusia dan Ukraina hingga kehadiran militer China di Laut China Selatan.
"Menggunakan visa turis untuk datang ke China untuk urusan bisnis adalah hal yang umum, tetapi saya tidak tahu seberapa besar antusiasme para investor institusional untuk melakukannya, setelah semua berita yang menakutkan ini," ujar Duncan Clark, pendiri BDA, sebuah konsultan investasi yang berbasis di Beijing.
Diketahui, China hanya mencatat 115,7 juta perjalanan lintas batas yang dilakukan masuk dan keluar dari Tiongkok, dengan jumlah orang asing sekitar 4,5 juta pada tahun 2022.
Sebaliknya, China mencatat 670 juta perjalanan secara keseluruhan pada tahun 2019 sebelum kedatangan COVID, dengan jumlah orang asing mencapai 97,7 juta.