Djawanews.com – Penurunan perlindungan terhadap virus COVID-19 seiring waktu terlihat dalam data terbaru dari uji coba vaksin berskala besar COVID-19 Moderna Inc (MRNA.O). Karenanya, Moderna mendukung adanya penambahan dosis atau booster untuk melawan COVID-19.
"Ini hanya satu perkiraan, tetapi kami percaya ini berarti ketika Anda melihat ke arah musim gugur dan musim dingin, setidaknya kami memperkirakan perkiraan dampak berkurangnya kekebalan akan menjadi 600.000 kasus tambahan COVID-19," kata Presiden Moderna Stephen Hoge dalam sebuah pernyataan, dilansir Reuters, Kamis, 16 September.
Hoge tidak memproyeksikan seberapa berat kasus tersebut, tapi dia mengatakan ini akan membuat banyak kasus rawat inap.
Data tersebut sangat kontras dengan data dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa perlindungan vaksin Moderna bertahan lebih lama daripada suntikan serupa dari Pfizer Inc (PFE.N) dan mitra Jerman BioNTech SE.
Para ahli mengatakan perbedaan itu kemungkinan karena dosis RNA messenger (mRNA) Moderna yang lebih tinggi dan interval yang sedikit lebih lama antara suntikan pertama dan kedua.
Tapi, vaksin Moderna dan vaksin Pfizer- BioNTech terbukti sangat efektif dalam mencegah penularan COVID-19 berdasarkan uji klinis fase ketiga.
Analisis hari Rabu, bagaimanapun, menunjukkan tingkat infeksi yang lebih tinggi di antara orang-orang yang divaksinasi sekitar 13 bulan yang lalu dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi sekitar delapan bulan yang lalu. Masa penelitian adalah dari Juli-Agustus, ketika Varian Delta mencuat.
Moderna pada 1 September mengajukan permohonannya ke Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk melakukan booster.
Hoge mengatakan data dari studi penguatnya menunjukkan vaksin dapat meningkatkan antibodi penetralisir ke tingkat yang lebih tinggi daripada yang terlihat setelah dosis kedua.
"Kami percaya ini akan mengurangi kasus COVID-19. Kami juga percaya bahwa dosis ketiga mRNA-1273 memiliki peluang untuk memperpanjang kekebalan secara signifikan sepanjang sebagian besar tahun depan saat kami berusaha untuk mengakhiri pandemi," katanya.
Dalam analisisnya, Moderna membandingkan kinerja vaksin di lebih dari 14.000 sukarelawan yang divaksinasi antara Juli dan Oktober 2020 dengan sekitar 11.000 sukarelawan yang awalnya dalam kelompok plasebo yang ditawari suntikan antara Desember 2020 dan Maret 2022 setelah otorisasi penggunaan darurat AS.
Dalam periode dua bulan dari Juli-Agustus, para peneliti mengidentifikasi 88 kasus COVID-19 di antara mereka yang mendapat dua suntikan baru-baru ini, dibandingkan dengan 162 kasus di antara mereka yang divaksinasi tahun lalu. Secara keseluruhan, hanya 19 kasus yang dianggap parah menjadi tolok ukur utama dalam menilai perlindungan yang memudar.
Moderna mengatakan, menurunnya kekebalan dari temuan analisis baru menambah bukti bahwa dosis booster bisa dipertimbangkan.
Data dari studi terpisah yang dipresentasikan pada hari Rabu yang dilakukan dengan sistem kesehatan Kaiser Permanente Southern California, menunjukkan bahwa vaksin Moderna terus berkinerja baik terhadap varian Delta.
Para peneliti membandingkan data lebih dari 352.000 orang yang mendapat dua dosis vaksin Moderna dengan jumlah individu yang tidak divaksinasi yang sama dan menemukan bahwa vaksin Moderna 87 persen efektif mencegah diagnosis COVID-19, dan 96 persen efektif mencegah rawat inap.
Hoge mengatakan kinerja awal vaksin itu kuat, tetapi berpendapat bahwa perlindungan tidak boleh dibiarkan berkurang.
"Enam bulan pertama sangat bagus, tetapi Anda tidak dapat mengandalkan itu menjadi stabil hingga satu tahun dan seterusnya," katanya.