Djawanews.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengkritik keras sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia yang dinilai tidak efisien, mahal, dan tertinggal dari standar internasional. Hal itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta, Selasa, 29 April.
Budi menegaskan bahwa masalah utama terletak pada pendekatan pendidikan yang masih bersifat akademik, bukan pendidikan profesi seperti di negara lain.
“Kalau di luar negeri, pendidikan spesialis itu adalah pendidikan profesi. Di Indonesia, masih akademik. Ini membuat prosesnya lebih lambat,” ujar Budi di hadapan anggota dewan.
Ia mencontohkan Inggris yang memiliki populasi hanya seperlima dari Indonesia, namun mampu meluluskan sekitar 6.000 dokter spesialis per tahun. Sebaliknya, Indonesia hanya mencetak sekitar 2.700 dokter spesialis setiap tahun.
“Populasi kita lima kali lipat, tapi produksi dokter spesialis kita hanya sepertiganya Inggris,” kata Budi menekankan.
Selain soal jumlah, beban finansial dalam menempuh pendidikan spesialis juga menjadi sorotan. Calon dokter spesialis di Indonesia, menurut Budi, harus menghadapi hambatan besar: mereka harus berhenti bekerja, membayar uang pangkal hingga ratusan juta rupiah, serta biaya kuliah puluhan juta rupiah per semester, dan tidak diperbolehkan bekerja selama masa pendidikan.
“Begitu lulus, baru boleh melamar kerja lagi. Ini satu-satunya sistem di dunia yang seperti itu,” ungkapnya.
Budi mendorong agar sistem pendidikan dokter spesialis Indonesia direformasi, mengikuti model negara lain yang lebih profesional dan terintegrasi dengan layanan rumah sakit. Ia mengusulkan agar para calon spesialis bisa tetap bekerja sambil belajar, menerima gaji, dan langsung siap kerja usai lulus.
“Kalau bisa bekerja sambil belajar, mereka tidak kehilangan pendapatan, sistem rumah sakit juga terbantu, dan begitu lulus langsung bisa produktif,” tutupnya.
Kritik Budi Gunadi Sadikin ini memperkuat wacana pentingnya reformasi sistem pendidikan medis di Indonesia, terutama dalam menjawab kebutuhan akan tenaga spesialis yang masih jauh dari ideal.