PLTA Riam Kanan jadi saksi biksu sejarah energi Indonesia pasca kemerdekaan. PLTA ini dulu sempat memasok kebutuhan energi di Kalimantan.
Bagi manusia, air jadi kebutuhan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai pemenuhan biologis, air juga jadi sumber energi ramah lingkungan untuk manusia. Indonesia sebagai salah satu negara kaya di dunia kerap memanfaatkan air untuk mencukupi kebutuhan listrik. Salah satunya dengan membangun PLTA Riam Kanan.
PLTA Riam Kanan sempat berjaya di Kalimantan
Sejarah pembangunan PLTA tidak pernah lepas dari sejarah pembangunan waduknya. Waduk dan PLTA jadi satu konstruksi yang tidak dapat dipisah. Termasuk dalam sejarah PLTA Riam Kanan sendiri.
Di Kalimantan Selatan, Waduk Riam Kanan merupakan salah satu waduk terbesar yang dimiliki provinsi tersebut. Waduk ini berada di desa Aranio, Aranio, Banjar, Kalimantan Selatan. Pembangunan waduk ini digagas oleh Ir. Pangeran Mohammad Noor, gubernur pertama Kalimantan.
Sebagai seorang gubernur, Pangeran Mohammad Noor ingin wilayah yang ia pimpin mampu bersaing dengan daerah-daerah lain. Keinginannya tersebut jadi salah satu pemicu gagasan awal atas pembangunan waduk dan PLTA Riam Kanan.
Untuk mencukupi kebutuhan air sebagai sumber energi, pembangunan Waduk Riam Kanan terpaksa harus menenggelamkan sembilan desa dengan luas 9.730 Ha. Waduk ini membendung delapan sungai yang bersumber dari Pegunungan Meratus. Salah satu sungai besar yang dibendung untuk kepentingan waduk adalah sungai Barito yang bermuara di laut Jawa.
Proyek pembangunan Waduk Riam Kanan saat itu ditangani oleh kementerian pekerjaan umum yang dibantu beberapa perusahaan dari Jepang. Terlibatnya kontraktor Jepang pada proyek pembangunan waduk ini memunculkan berbagai kemungkinan. Salah satunya adalah proyek ini dibangun atas bantuan pemerintah Jepang.
Pembangunan waduk dimulai pada bulan Oktober 1963, namun tidak langsung membangun waduk fisik. Proyek dimulai dari pembangunan infrastruktur penunjang pembangunan waduk, salah satunya dengan membangun jalan sepanjang kurang lebih 25 Km. Pembangunan infrastruktur penunjang selesai pada tahun 1966.
Dalam proses pembangunan Waduk Riam Kanan, waktu yang dibutuhkan kurang lebih 10 tahun. Bahkan butuh waktu enam bulan untuk menampung air hingga ketinggian muka air waduk mencapai level minimum untuk menggerakkan turbin generator.
Waduk Ruam Kanan baru diresmikan pada tanggal 30 Juni 1973. Saat itu pemerintahan sudah berganti ke era Presiden Soeharto. Saat diresmikan, PLTA Riam Kanan memiliki dua mesin pembangkit listrik. Masing-masing pembangkit berkapasitas 10 MW.
Pembangunan tidak sampai sini saja, pada tahun 1980 penambahan instalasi pembangkit dilakukan lagi. Satu unit mesin pembangkit ditambahkan, sehingga PLTA Riam Kanan saat itu berkapasitas 30 MW. Untuk menghormati jasa Ir. Pangeran Mohammad Noor, nama PLTA Riam Kanan diganti dengan PLTA Ir. Pangeran Mohammad Noor.