Hukuman yang diberikan kepada Baiq Nuril dinilai tidak tepat lantaran dinilai sebagai korban pelecehan seksual yang membela diri.
Langkah Baiq Nuril Maknun untuk mencari keadilan atas jeratan kasus yang menimpanya tengah menemui titik terang. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dikabarkan telah memberikan rekomendasi amnesti atas vonis yang diterima Baiq Nuril
Sebagai informasi, Baiq Nuril yang menjadi korban pelecehan seksual justru divonis hakim bersalah dan didenda sebesar Rp 500 juta serta kurungan selama 6 bulan penjara dengan subsider 3 bulan kurungan, lantaran tersandung kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Saat ini, putusan kasus Nuril sudah dikuatkan di tingkat PK. Putusan itu menyebabkan kegemparan ditengah masyarakat, sebab Nuril dinilai sebagai korban pelecehan seksual yang tengah membela diri.
Tanggapan KSP soal kasus Baiq Nuril
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengungkapkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bakal menanggapi permohonan amnesti yang dimohonkan oleh Baiq Nuril Maknun. Jaleswari menyebut, Jokowi memberikan perhatian khusus terhadap kasus yang menimpa Nuril.
Dia Menilai, Presiden Jokowi juga telah berkomitmen untuk memberi perhatian khusus terhadap kekerasan yang menimpa perempuan.
“Saya kira bapak Presiden akan segera merespon kasus ini, dan soal kasus Nuril akan langsung diserahkan pada kementerian yang selama ini mengurus itu,” Ujar Jaleswari di gedung KSP, Jakarta Pusat, Kamis (11/7/2019).
Jaleswari menyebut, dengan adanya support dari Kemenkumham, mekanisme permohonan amnesti akan berjalan tanpa hambatan. Akan tetapi, terkait pertemuan antara Nuril dengan Jokowi, KSP mengungkapkan masih akan mengatur jadwal.
“Soal pertemuan dengan presiden, saya rasa ini harus menunggu jadwal presiden dan kami di KSP menerima kawan-kawan juga atas arahan dari Kepala Staf Kepresidenan,” terang Jaleswari.
Kendati demikian, KSP mengapresiasi langkah hukum yang ditempuh oleh tim kuasa hukum Baiq Nuril. Sehingga permohonan amnesti berjalan dengan baik.
“Saya kira ini adalah sebuah simbol kolaborasi antara pemerintah dengan akademisi, masyarakat sipil, praktisi untuk memperjuangkan keadilan. Dan bagi kawan-kawan MA mereka juga telah melakukan tugas dengan baik,” ungkap Jaleswari.