Djawanews.com - Presiden Palestina Mahmoud Abbas memberi waktu selama setahun untuk Israel agar menarik diri dari wilayah yang didudukinya. Abbas mengancam akan menarik pengakuan Israel jika gagal melakukannya.
Abbas mengatakan ia tak akan mengakui Israel lagi berdasarkan perbatasan pra-1967 jika menolak menarik diri dari Palestina. Hal ini dikatakan Mahmoud Abbas dalam pidato virtual di sidang Majelis Umum PBB pada Jumat, 24 September 2021 lalu.
“Kita harus menyatakan bahwa pendudukan Israel Memiliki waktu setahun untuk menarik diri dari wilayah Palestina yang didudukinya pada 1967, termasuk Yerusalem Timur,” katanya.
"Jika ini tidak tercapai, kami tidak akan mempertahankan pengakuan Israel berdasarkan perbatasan tahun 1967," lanjutnya.
Selain itu, Abbas juga meminta PBB untuk menyatakan kesediaannya bekerja sepanjang tahun untuk menyelesaikan status akhir negara Israel dan Palestina, sesuai dengan resolusi PBB.
Lebih jauh, Mahmoud Abbas juga mengatakan bahwa Israel melakukan politik apartheid dan pembersihan etnis di Palestina. Dirinya juga memperlihatkan peta wilayah yang menunjukkan perluasan wilayah Israel selama beberapa dekade dengan menggunakan istilah yang jarang digunakan demi negosiasi yang sedang berlangsung pada solusi dua negara.
Dibawa ke Pengadilan Internasional
Dia menambahkan, Palestina siap untuk pergi ke Pengadilan Internasional mengenai masalah legalitas pendudukan tanah negara Palestina.
Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, telah menepis tuntutan yang ditujukan oleh Mahmoud Abbas. Erdan mengatakan pidato Mahmoud Abbas telah membuktikan sekali lagi bahwa dia tidak lagi relevan.
“Israel benar-benar mendukung perdamaian dan negosiasi tidak mengancam ultimatum delusi dari platform PBB seperti yang dia lakukan dalam pidatonya," katanya.
Proses perdamaian untuk mencapai solusi dua negara telah menemui jalan buntu selama bertahun-tahun. Palestina mengatakan proposal Israel akan gagal untuk memberi mereka status negara penuh atau menyelesaikan masalah inti lainnya, termasuk nasib pengungsi Palestina dan status Yerusalem.
Seperti diketahui, Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam perang 1967. Israel pun tidak mengakhiri pendudukan ilegalnya atas wilayah yang direbut, yang diinginkan Palestina untuk negara masa depan mereka.
Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett menentang pembentukan negara Palestina bersama Israel, yang secara luas dilihat oleh masyarakat internasional sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik.