Djawanews.com – Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim omnibus law Cipta Kerja merupakan strategi untuk mendongkrak skor indeks korupsi di Indonesia. Salah satu kendala IPK Indonesia tahun ini anjlok karena ruwetnya birokrasi perizinan yang berujung pada korupsi sebagai jalan pintas.
"Oleh sebab itu, hati-hati saudara proses perizinan, proses nego-nego proyek dan sebagainya itu yang menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi itu susah karena dari hasil penelitian apa sih yang paling susah di Indonesia? Kekhawatiran tentang tidak adanya kepastian hukum," ujar Mahfud saat kunjungan kerja ke Sumenep, Jawa Timur, Kamis (2/2).
Mahfud mengklaim Omnibus Law Cipta Kerja memberikan kepastian hukum sehingga membuat pengusaha tidak ragu dan takut lagi berinvestasi di Indonesia. Menurut dia, hal itu menutup ruang praktik korupsi.
"Orang sudah terlanjur masuk biaya, deal gitu, tiba-tiba batal. Sudah selesai di kantor Dinas Perindustrian, tiba-tiba bilang Dinas Agraria, 'Oh, salah', terus gitu, enggak ada kepastian. Itu lah sebabnya kemudian pemerintah membuat apa yang disebut omnibus law," ucap Mahfud.
"Omnibus law itu maksudnya untuk mengatasi hal-hal seperti itu, terlalu banyak pintu sehingga tidak efisien. Investor enggak mau masuk kalau kayak gitu," sambungnya.
Omnibus law Ciptaker saat ini masih berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu itu diterbitkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di akhir 2022 setelah undang-undang terkait dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2021 silam.
Dalam putusan yang dibacakan 25 November 2021, MK meminta pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang untuk memperbaikinya dengan tenggat waktu dua tahun. Jika lewat dari tenggat waktu dua tahun pascaputusan dibacakan, maka UU Ciptaker dinyatakan inkonstitusional seutuhnya.
Salah satu prasyarat dari MK dalam perbaikan UU Ciptaker itu adalah melibatkan partisipasi publik secara bermakna dalam jangka waktu paling lama dua tahun hingga 25 November 2023.
Namun, setahun berselang, Jokowi memutuskan menerbitkan Perppu Ciptaker dengan dalih menghadapi kondisi tekanan global.
Sejak UU Cipta Kerja diundangkan pada 2020, skor IPK Indonesia naik-turun. Pada 2020 IPK Indonesia mendapat skor 37, 2021 dengan skor 38, dan merosot tajam pada tahun ini dengan 34.
Pada tahun ini, indikator penilaian IMD World Competitiveness Yearbook yang berkaitan dengan sektor investasi mengalami penurunan dari 44 pada tahun lalu menjadi 39.
TII mengungkapkan IPK Indonesia tahun 2022 berada di skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Indonesia menempati peringkat 110 dari 180 negara yang dilibatkan.
IPK Indonesia tahun 2022 dinilai mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah reformasi.
Terdapat delapan indikator penyusunan IPK. Tiga indeks mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu yaitu PRS International Country Risk Guide (dari 48 menjadi 35); IMD World Competitiveness Yearbook (dari 44 menjadi 39); dan PERC Asia Risk Guide (dari 32 menjadi 29).
Indeks yang mengalami kenaikan yaitu World Justice Project - Rule of Law Index (dari 23 menjadi 24) dan Varieties of Democracy Project (dari 22 menjadi 24).
Sementara tiga yang stagnan yaitu Global Insight Country Risk Ratings (47); Bertelsmann Foundation Transform Index (33); dan Economist Intelligence Unit Country Ratings (37).
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.