Djawanews.com – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mendukung penuh kebijakan Pemerintah Provinsi Bali yang melarang produksi air minum dalam kemasan botol plastik berukuran di bawah satu liter. Langkah ini dinilai sebagai bagian penting dalam mengurangi timbulan sampah plastik yang mencemari lingkungan.
Hal ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq dalam Rapat Koordinasi Teknis Pengembangan SDM Lingkungan Hidup di Tangerang Selatan, Banten. Ia menekankan mikroplastik yang berasal dari sampah plastik yang tidak terurai dengan baik kini sudah menyebar ke berbagai ekosistem dan mengancam kesehatan.
"Saya di ruang ini mendukung sepenuhnya upaya Gubernur Bali untuk menghentikan plastik kemasan minuman kurang dari 1 liter, saya dukung sepenuhnya," kata Menteri LH Hanif dilansir ANTARA, Selasa, 15 April.
"Karena itu upaya yang serius untuk meningkatkan kualitas lingkungan di Bali yang merupakan muka wisata kita," tambahnya.
Tidak hanya di Bali, Hanif juga menegaskan dukungannya terhadap kebijakan Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi yang melarang penggunaan air minum dalam kemasan botol dan gelas plastik di Labuan Bajo.
Dengan larangan tersebut, maka air minum dalam kemasan botol dan gelas plastik tidak dapat digunakan di seluruh kapal wisata, hotel, restoran, warung sampai dengan kantor pemerintahan. Larangan itu ditujukan untuk menjaga kebersihan dan keasrian Labuan Bajo sebagai destinasi wisata.
Kebijakan tersebut, jelas Menteri LH, dapat menekan potensi cemaran sampah plastik untuk bocor ke lingkungan, termasuk di laut, yang dapat menyebabkan mikroplastik masuk ke tubuh manusia.
"Yang dibawa oleh mikroplastik logam-logam berat dan seterusnya begitu melukai badan kita, bagaimana kemudian upaya penyembuhannya? Tidak ada," tuturnya.
Menurut data KLH, 33,7 juta ton dihasilkan secara nasional pada 2024 yang dilaporkan dari 311 kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut 19,64 persen adalah sampah plastik, menyumbang komposisi sampah terbesar setelah sampah sisa makanan.