Djawanews.com – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menilai pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada di Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai pembangkangan secara telanjang terhadap putusan MK. Diketahui, DPR menganulir putusan MK terkait syarat pencalonan pilkada.
"Cara ini, buat saya pribadi, adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan, c.q Mahkamah Konstitusi yang tidak lain adalah lembaga negara yang oleh Konstitusi (UUD 1945) ditugasi untuk mengawal UUD 1945," ujar Palguna saat dikonfirmasi, Rabu, 21 Agustus.
Menurutnya, tak ada yang bisa berbuat pihaknya perihal proses revisi tersebut. Alasannya karena MK merupakan lembaga penguji Undang-Undang.
"Ya tidak ada, itu kan sudah berada di luar kewenangan MK," ucapnya.
Saat ini, kata Palguna, pembentukan Undang-Undang akan dihadapkan kepada rakayat yang akan menilai secara menyeluruh perihal tersebut.
"Tinggal kelakuan itu dihadapkan dengan rakyat dan kalangan civil society serta kalangan kampus. Itu pun jika mereka belum kecapean. MK adalah pengadilan yang, sebagaimana galibnya pengadilan, baru bisa bertindak kalau ada permohonan," kata Palguna.
Pada Selasa, 20 Agustus, MK mengeluarkan putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024.
Dalam putusannya perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 , MK mengubah ambang batas ambang batas pencalonan kepala daerah di pilkada. MK membolehkan partai tak memiliki kursi di DPRD ikut mengusung calon kepala daerah, serta mengurangi besaran ambang batas pencalonan.
Sementara, pada putusan perkara nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menolak gugatan perubahan batas usia calon kepala daerah, sehingga calon gubernur-wakil gubernur minimal harus 30 tahun saat penetapan calon.
Tiba-tiba, hari ini, Baleg DPR menyepakati aturan usia calon kepala daerah tetap mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA), bukan MK.
Putusan MA menyatakan usia cagub-cawagub minimal 30 tahun, dan 25 tahun untuk calon wali kota-calon wakil wali kota terhitung sejak dilantik.