Djawanews.com – Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) meluncurkan dua program strategis, Laboratorium Penerjemah Sastra dan Laboratorium Promotor Sastra, sebagai upaya memperkuat posisi sastra Indonesia di kancah internasional.
Peluncuran ini dibuka dengan diskusi publik bertajuk “Sastra Mendunia: Peran Penerjemah dan Promotor dalam Internasionalisasi Sastra Indonesia” di Graha Utama Kemendikbud, Jakarta, Rabu, 11 Juni.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan, buku dan sastra merupakan instrumen diplomasi budaya yang belum dimanfaatkan secara optimal.
“Potensi kita besar. Tapi belum terhubung ke ekosistem global. Dua laboratorium ini menjawab tantangan itu,” ujar Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima kamis, 12 Juni.
Laboratorium Penerjemah Sastra akan melatih generasi penerjemah muda Indonesia agar mampu membawa karya lokal ke pasar dunia. Sementara Laboratorium Promotor Sastra akan membekali agen sastra dengan keterampilan pitching, pemasaran hak terjemahan, hingga negosiasi kontrak penerbitan.
Program ini terbuka untuk umum. Pendaftaran untuk penerjemah dibuka hingga 15 Juni 2025, dan promotor hingga 16 Juni 2025. Kelas dimulai Juli hingga September 2025, dengan sistem daring dan luring. Info lengkap tersedia di Instagram @pusbangfilm dan @kemenkebud.
Dirjen Pengembangan Kebudayaan, Ahmad Mahendra, mengatakan program ini bagian dari strategi penguatan lima ekosistem: film, musik, seni pertunjukan, seni rupa, dan sastra.
“Kita pernah punya era sastra yang hidup dan berpengaruh. Saatnya bangkit lagi, tampil di negeri sendiri dan dunia,” katanya.
Ahmad menambahkan, penguatan ekosistem sastra dibagi dalam lima fokus: produksi, diseminasi, konsumsi, internasionalisasi, dan SDM serta infrastruktur.
Lara Norgaard, penerjemah fiksi Indonesia, Brasil, dan Amerika Latin, yang menjadi mentor, berharap program ini jadi ruang belajar bersama penerjemah muda. Sementara Jérôme Bouchaud, agen sastra dari Astier-Pecher (Paris), menyebut Indonesia kaya talenta dan cerita, tinggal diperkuat dari sisi strategi dan kepercayaan.
“Peserta akan belajar menyusun naskah, memahami hak cipta, hingga masuk ke pasar dunia,” kata Jérôme dalam video yang ditayangkan.
Diskusi ini juga menghadirkan penulis Eka Kurniawan, penerjemah Dalih Sembiring, Dhianita Kusuma, serta agen sastra Yani Kurniawan.
Menurut Fadli, karya sastra sudah terbukti melahirkan karya besar lain seperti film. “Hujan Bulan Juni dan Jalan Tak Ada Ujung semuanya lahir dari sastra,” tegasnya.
Program ini bagian dari tujuh inisiatif dalam agenda Penguatan Ekosistem Sastra, di bawah koordinasi Staf Khusus Menteri Bidang Diplomasi Budaya, Anissa Rengganis. Termasuk di antaranya: Manajemen Talenta Nasional, Festival Sastra, Komunitas Sastra, hingga Sastra berbasis Intellectual Property.
Lewat program ini, Kementerian Kebudayaan ingin menjadikan sastra bukan hanya arsip, tapi kekuatan hidup yang mewakili suara dan imajinasi Indonesia ke dunia.