Djawanews.com – Tengah ramai dan menjadi sorotan publik mengenai kasus penembakan anggota Laskar FPI yang berakhir menewaskan 4 orang.
Viralnya berita kasus tersebut berkaitan dengan tindakan kepolisian yang tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) saat membawa anggota FPI ke Polda Metro Jaya.
Jaksa Penuntut Umum, Zet Tadung Allo mengungkapkan kasus penembakan anggota Laskar FPI (Front Pembela Islam) dalam peristiwa KM 50 tahun lalu oleh polisi.
Selain kasus penembakan anggota laskar FPI, tragedi tersebut juga diwarnai aksi penyerangan dan perebutan senjata oleh anggota FPI yang ditangkap.
Zet mengungkapkan, mulanya tiga anggota polisi tersebut yakni IPDA Elwira Priadi (almarhum), Ipda Mohammad Yusmin Ohorella, dan Briptu Fikri Ramadhan bertugas membawa empat orang anggota Laskar FPI yang masih hidup dari Rest Area KM 50 ke Polda Metro Jaya.
Dalam proses penangkapannya, polisi tidak menerapkan SOP mengikat ataupun memborgol 4 anggota FPI tersebut.
Kasus Penembakan Anggota Laskar FPI, Polisi Tak Borgol Tahanan
Mereka memerintahkan empat anggota Laskar FPI itu untuk masuk ke dalam mobil Daihatsu Xenia warna silver Nomor Pol. B 1519 UTI yang telah disiapkan sebelumnya melalui pintu belakang dan jongkok di atas jok yang telah dilipat.
"Tanpa diborgol atau diikat baik sendiri-sendiri atau diikat tangan masing-masing secara berantai," kata Zet dalam materi dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin 18 Oktober.
Tindakan tidak memborgal tahanan menurut Zet tidak sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam Polri) Nomor 3 tahun 2011 tentang tata cara Pengawalan Orang/Tahanan.
Padahal sebelum tertangkap sempat ada aksi kejar-kejaran yang terjadi dengan empat anggota FPI itu. Mereka turut melakukan penyerangan ke aparat dengan senjata tajam maupun senjata api.
"(Mereka membawa) dengan mengabaikan SOP pengamanan dan pengawalan terhadap orang yang baru saja selesai melakukan kejahatan," lanjut Zet.
Saat membawa mereka ke Polda, Yusmin bertugas mengendarai mobil, Elwira (almarhum) duduk di sampingnya, dan Fikri duduk di bagian tengah mobil.
Lalu di bagian belakang mobil, empat anggota FPI duduk tanpa diborgol atau diikat.
Mereka adalah M. Reza yang tepat berada di belakang Fikri, Akhmad Sofiyan di bagian tengah belakang, Muhammad Suci Khadavi Poetra di belakang paling kanan, Luthfil Hakim di kursi kanan paling tengah.
Pada titik kurang lebih KM 50, tiba-tiba Reza mencekik leher Fikri yang berada di depannya dan Luthfil Hakim berusaha merebut senjata milik Fikri namun gagal. Sedangkan, Suci dan Sofiyan turut mengeroyok dan menjambak rambut Fikri.
Elwira (almarhum) yang berada di samping sopir segera merespon dengan meminta mobil dipelankan supaya leluasa melakukan penembakan.
Kasus Penembakan Anggota Laskar FPI Terjadi di KM 50
Menurut Zet, dalam keadaan tersebut semestinya Yusmin yang kedudukannya berada di atas Fikri dan Elwira menepikan mobil terelbih dahulu, kemudian menghentikan pengeroyokan.
Seharusnya penggunaan senjata api hanya untuk melumpuhkan para pelaku dan bukan untuk mengeksekusi di tempat.
Hal tersebut sebagaimana yang tertulis pada pasal 44 ayat (2) Perkap RI nomor 8 tahun 2009 tanggal 22 Juni 2009 tentang Implementasi prinsip dan standar hak azasi manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian RI.
"Bukan membiarkan IPDA Elwira Priadi (almarhum) memanfaatkan senjata apinya dan langsung mengarahkan ke arah Lutfil Hakim kemudian menembak ke sasaran yang mematikan di dada kiri sebanyak 4 kali hingga tembus di pintu mobil," tuturnya.
Tidak hanya itu, Elwira juga menambak Sofiyan yang berada di belakang dengan sasaran mematikan sebanyak dua kali. Peluru Elwira tepat mengenai dada kiri Sofiyan dan tembus ke kaca belakang mobil.
Setelah penembakan yang membuat Sofiyan dan Luthfil tewas, situasi di dalam mobil menjadi terkendali. Reza sudah melepaskan tangannya dari leher Fikri dan Suci tidak lagi ikut membantu mengeroyok Fikri.
"Keadaan dan situasi di atas mobil tidak ada lagi perlawanan, dimana Lutfil Hakim (almarhum) dan Akhmad Sofiyan (almarhum) telah mati dan tidak bernyawa," jelas Zet.
Tak selang berapa lama, Fikri secara tiba-tiba membalikkan badan ke arah belakang sembari berlutut di atas kursi mobil. Ia kemudian melepaskan tembakan mematikan dalam jarak beberapa sentimeter ke dada kiri Reza sebanyak dua kali dan dada kiri Suci sebanyak 3 kali.
"Entah apa dalam benak Terdakwa tanpa rasa belas kasihan dengan sengaja merampas nyawa orang lain," ujar Zet heran.
"Reza sehingga dengan seketika tidak berdaya, sampai-sampai proyektil peluru tajam tersebut tembus ke pintu bagasi," tutur Zet.
Karena tindakannya, Fikriz Elwira, dan Yusmin menjadi tersangka kasus pembunuhan ini. Jaksa lantas mendakwa Yusmin dam Fikri melanggar pasal 338 KUBP tentang pembunuhan secara disengaja juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain itu, mereka juga didakwa Pasal 351 ayat 3 juncto Pasal 55 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Sementara, Elwira meninggal dalam kecelakaan yang terjadi pada Januari lalu.
Sampai saat ini standar prosesi hukum masih dilakukan oleh persidangan jaksa keadilan untuk menentukan putusan hukum yang tepat menganei kasus penembakan anggota laskar FPI itu.
Untuk mendapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.