Djawanews.com – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menegaskan pihaknya tidak bisa mengikuti apa yang dilakukan DKI Jakarta dengan melakukan revisi Upah Minimum Provinsi (UMP). Pasalnya Jabar dan DKI Jakarta berbeda, karena DKI tidak memiliki Upah Minium Kota (UMK).
Ridwan Kamil juga menegaskan, Jawa Barat berbeda dengan DKI Jakarta. Menurutnya, Anies Baswedan bisa melakukan revisi UMK karena tidak ada pengajuan UMK dari bupati atau walikota seperti halnya Jabar.
"Nah, media kalau ngomongin upah ya harus paham juga. Jakarta itu gak ada UMK-nya. Dia tak ada ajuan dari bupati dan wali kotanya," tegas Ridwan Kamil dalam keterangannya, Rabu, 29 Desember dilansir dari idxchannel.com.
"Jadi seorang gubernur DKI bisa mengoreksi. Logika ini dipakai untuk menilai para gubernur yang berbeda dengan DKI," tambahnya.
Kang Emil juga menjelaskan, sebagai Gubernur Jabar, dirinya hanya berwenang menyetujui usulan besaran UMK dari bupati dan waki kota.
"Kalau usulan dari bawahnya tidak berubah ya tidak ada perubahan. Jadi, Jabar tak berubah karena bupati wali kota tak ada yang mengusulkan revisi sampai detik terakhir," jelas Kang Emil.
Kang Emil juga menekankan, revisi besaran UMK 2021 seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta tidak akan dilakukan di Jabar. Pasalnya, hal itu melanggar aturan.
"Kalau bertanya seolah ada harapan gubernur merevisi, artinya saya disuruh melanggar aturan karena kewenangan gubernur di luar DKI. Makanya, jangan dibandingkan, menurut saya gak mendidik, itu membuat saya bertahan," tegas Kang Emil.
Meskipun tidak akan merevisi UMK 2021 sesuai dengan Peraturan Pemerintan (PP) Nomor 36 Tahun 2021, namun Kang Emil tetap memberikan solusi agar upah tetap naik. Soslusi yang ditawarkan menurutnya tidak melanggar aturan.
Kang Emil mengatakan, PP Nomor 36 Tahun 2021 hanya mengatur upah untuk karyawan yang baru masuknya yang jumlahnya hanyak sekitar 5 persen, sedangkan pekerja dengan masa kerja dia atas satu tahun membutuhkan negosiasi lebih untuk mendapatkan kenaikkan upah.
"Tawaran Jabar, UMK-nya ngikut PP 36 untuk yang 5 persen pegawai baru. 95 persennya bisa naik antara 3-5 persen. Nah ini yang kami wacanakan. Kenapa beda? ya begitulah politik, upah itu carut-marut sejak zaman kapan. Kita mah korban dari proses yang awalnya gak jelas. Jadi tiap tahun kepala daerah dibentur-benturkan," bebernya.
Seakan meluapkan kekesalannya, Kang Emil bahkan meminta pemerintah pusat untuk menetapkan besaran UMK jika pemerintah daerah tak bisa mengajukan diskresi, termasuk berwacana terkait besaran UMK.
"Makanya saya bilang kalau daerah tidak boleh ada diskresi lagi, sudah ketok palu saja oleh menteri. Jangan nyuruh bupati ngajuin, jangan nyuruh gubernur stempel berikut gak boleh juga berwacana. Tiba-tiba (kabar revisi UMK) DKI masuk, buruh menilai jika Pak Anies bisa semua gubernur bisa karena gak paham logikanya," tandas Kang Emil.
Sebelumnya diberitakan, buruh di Jabar menuntut revisi UMK 2022, mengikuti langkah Pemprov DKI Jakarta. Tuntutan tersebut disampaikan melalui aksi unjuk rasa di Gedung Sate, Kota Bandung.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jabar, Roy Jinto menyatakan, pihaknya menuntut revisi UMK 2022 mengingat kenaikan UMK 2021 ke 2022 sebagaimana ketetapan Gubernur Jabar hanya sekitar 1,09 persen.
Roy menyebut, revisi UMK wajar dilakukan. Beberapa gubernur Jabar juga beberapa kali pernah melakukan revisi besaran UMK di antaranya saat kepemimpinan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.
"Jakarta juga bisa merevisi. Artinya, hal yang sama juga bisa dilakukan Provinsi Jawa Barat," katanya.
Simak berita terbaru lainnya hanya di Djawanews dan ikuti Instagram Djawanews.