Djawanews.com – Unjuk rasa dilakukan para simpatisan menyusul pengumuman mundurnya Muqtada al-Sadr, seorang ulama Syiah yang berpengaruh, dari dunia politik. Unjuk rasa yang berujung penyerangan istana presiden Irak pada Senin (29/8) itu setidaknya menewaskan 15 orang.
Para pengunjuk rasa merobohkan penghalang semen di luar istana dan menerobos gerbang istana.
Mereka kemudian menerobos masuk dan menjelajahi semua ruang demi ruang, duduk-duduk di kursi megah, bersorak, menari-nari, berfoto, bahkan berenang. Sebagian lainnya bentrok dengan pasukan keamanan.
Di luar istana, terdengar suara tembakan. Sedikitnya tujuh peluru jatuh di Zona Hijau dengan keamanan tinggi, yang menampung gedung-gedung pemerintah dan misi diplomatik, menurut sumber keamanan,seperti dikutip dari AP
Tidak segera jelas siapa yang berada di balik penembakan itu, tetapi kabar beredar, beberapa tewas termasuk satu tentara dari divisi pasukan khusus, yang bertanggung jawab atas keamanan di Zona Hijau.
Sumber keamanan mengatakan pendukung Sadr melepaskan tembakan ke Zona Hijau dari luar, menambahkan bahwa pasukan keamanan yang berada di dalam "tidak menanggapi".
Laporan menyebutkan bahwa 15 pendukung Muqtada al-Sadr tewas oleh tembakan dan 350 pengunjuk rasa lainnya terluka.
Pada Senin malam Militer Irak mengumumkan pemberlakuan jam malam nasional, dan perdana menteri sementara menangguhkan sesi Kabinet sebagai tanggapan atas kekerasan tersebut.
AP melaporkan pada Selasa (30/8) bahwa Senin malam, Saraya Salam, milisi yang bersekutu dengan al-Sadr bentrok dengan kelompok keamanan Pasukan Mobilisasi Populer (PMF). Sebuah pasukan kecil dari divisi pasukan khusus dan Divisi 9 Angkatan Darat Irak juga bergabung untuk menahan gerilyawan ketika bentrokan berlanjut selama berjam-jam di dalam Zona Hijau, pusat pemerintahan Irak.
PMF adalah kelompok payung yang terdiri dari kelompok-kelompok paramiliter yang didukung negara, yang paling kuat bersekutu dengan saingan al-Sadr di kubu politik yang didukung Iran.
Gemuruh tembakan senapan mesin bergema di seluruh Baghdad tengah, membuat suasana begitu mencekam.
Konflik ini tidak terlepas dari kebuntuan politik yang dialami Irak sejak pemilihan legislatif pada Oktober tahun lalu, karena ketidaksepakatan antara faksi-faksi Syiah mengenai pembentukan koalisi.
Pendukung Sadr telah menyerukan agar parlemen dibubarkan dan untuk pemilihan baru. Mereka berminggu-minggu melakukan aksi duduk di luar parlemen Irak, setelah menyerbu interior legislatif pada 30 Juli, untuk mendesak tuntutan mereka.