Djawanews.com – Masing-masing daerah memiliki level situasi pandemi COVID-19 yang memudahkan pemerintah menentukan strategi yang lebih baik. Dalam hal ini pemerintah pusat memiliki indikator penilaian penanganan atau asesmen level situasi pandemi COVID-19.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menjelaskan, status level situasi pandemi di suatu kabupaten dan kota ditentukan berdasarkan indikator tentang penyesuaian upaya kesehatan masyarakat dan upaya sosial yang mengacu dari rekomendari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Pengetatan ini bertujuan untuk mengendalikan pandemi, khususnya mencegah kesakitan dan kematian, serta menjaga berlangsungnya sistem layakan kesehatan kita," ujar Nadia seperti dikutip dari keterangan tertulis KPCPEN, Kamis (8/7/2021).
Nadia menjelaskan, situasi pandemi terbagi dalam lima tingkat dengan poin nol sampai dengan empat. Masing-masing menggambarkan tingkat kecukupan kapasitas respon sistem kesehatan seperti testing, tracing, dan transmisi penularan virus di wilayah tersebut.
Level situasi tingkat nol adalah nilai yang paling bagus. Sebab, wilayah itu artinya memiliki kapasitas respon yang memandai tidak memilki kasus sama sekali.
"Wilayah (level nol) tidak perlu memperketat protokol kesehatan masyarakat atau membatasi aktivitas sosial mereka," kata Nadia.
- Tidak Hanya Indonesia yang Alami Lonjakan Drastis Kasus COVID-19, 5 Negera Ini Juga Alami Hal Serupa
- Masyarakat Badui Nol Kasus COVID-19 Mirip Kota Kecil Gunnison saat Flu Spanyol Menghantam Dunia
- Komunitas Relawan COVID-19 Yogyakarta Menyerah: Berita Lonjakan Kasus Hanyalah Puncak Gunung Es dari Fakta Sebenarnya
Sedangkan level situasi tertinggi atau terburuk, yaitu level situasi empat. Artinya, wilayah tersebut memiliki transmisi virus sangat tinggi tetapi kapasitas responnya terbatas. Dalam situasi ini, protokol kesehatan masyarakat dan pembatasan sosial harus diperketat. Tujuannya agar kasus turun sampai ke level yang dapat ditangani oleh fasilitas layanan kesehatan yang ada.
Selain itu, untuk menentukan level situasi suatu wilayah, ada dua hal yang dibandingkan yaitu level transmisi penularan dengan respons sistem kesehatan di wilayah rersebut.
"Untuk pengukuran tingkat transmisi, kita membagi transmisi Covid-19 ke dalam 7 tingkat, dari 'tidak ada transmisi', 'kasus impor atau sporadic', 'kasus terklaster', dan 'transmisi komunitas' yang kita bagi lebih jauh ke dalam empat tingkat, transmisi komunitas tingkat satu sampai dengan tingkat empat," papar Nadia.
Dalam penentuan tingkat transmisi komunitas, Kementerian Kesehatan menggunakan tiga indikator utama, yaitu jumlah kasus, jumlah kasus rawat, dan jumlah kematian yang dihitung per 100 ribu penduduk per minggu sebagai indikator utama. Pihaknya telah menetapkan nilai-nilai abang untung masing-masing indikator sehingga dapat membagi indikator ke dalam tingkat transmisi tertentu.
Nadia mencontohkan, kasus konfirmasi di bawah 20/1.000.000 penduduk/minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tingkat 1. Sedangkan kematian di atas 5/100.000 penduduk/minggu dikategorikan sebagai transmisi komunitas tigkat 4. Artinya, tingkat transmisi komunitas diambil berdasarkan indikator dengan tingkat transmisi tertinggi.
Sedangkan untuk kapasitas respon kesehatan, katergorinya yaitu memadai, sedang, atau terbatas berdasarkan tiga indikator yakni positivity rate dari testing dengan mempertimbangkan rasio testing, rasio kontak erat yang dilacak untuk setiap kasus, dan keterisian tempat tidur perawatan.
Nadia mengatakan, pihaknya menetapkan nilai-nilai ambang untuk setiap indikator, dan kesimpulan tentang kapasitas respons di suatu wilayah diambil berdasarkan kapasitas respons terendah.
"Sebagai contoh, jika suatu wilayah memiliki positivity rate testing 10 persen dan dapat melacak 10 kontak erat untuk setiap kasus, dengan kata lain memiliki kapasitas respons sedang di kedua indikator itu, tapi memiliki keterisian tempat tidur kurang dari 80 persen, daerah tersebut dikategorikan memiliki kapasitas respons yang terbatas," ujarnya.
Nadia menambahkan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah merekomedasikan agar daerah positivity rate di atas 25 persen melakukan testing 15 kali lipat dari standar WHO, sedangkan daerah dengan positivity rate 15-25 persen testing dilakukan 10 kali lipat, dan untuk positivity rate 5-15 persen testing dilakukan 5 kali lipat.
Setelah mendapatkan hasil perhitungan tingkat transmisi dan kapasitas respons di suatu wilayah, maka level situasi pandemi di wilayah itu bisa ditentukan.
Nadia menambahkan, asesmen level situasi pandemi ini dilakukan setiap satu minggu di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Berdasarkan hasil asesmen terakhir, level situasi pandemi di hampir seluruh kabupaten/kota di Jawa dan Bali berada di level 3 atau 4.
Karenanya, Nadia mengimbau masyarakat untuk tetap tinggal di rumah dan disiplin menjalankan protokol kesehatan
"Artinya bahwa tingkat penularan di lingkungan masyarakat terjadi dengan sangat cepat dan mengakibatkan kapasitas respons sistem kesehatan yang ada dengan cepat terpakai, bahkan sampai terlampaui," pungkasnya.