Djawanews.com – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menilai tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta terhadap kliennya, tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, tuntutan tersebut penuh asumsi tanpa didukung fakta persidangan.
Diketahui, Hasto dituntut jaksa penuntut umum KPK dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta. Hasto diyakini bersalah dalam kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
“Tuntutan ini sangat tidak berdasar. Jaksa tidak logis, tidak berdasarkan pada fakta-fakta persidangan yang ada selama ini,” ujar Ronny saat jeda persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 3 Juli.
Menurutnya, seluruh dasar tuntutan hanya mengulang konstruksi awal yang dibangun penyidik KPK. Selain itu, tidak berpijak pada fakta persidangan.
“Dasar tuntutan hanya merangkai ulang cerita yang sejak awal dikonstruksikan penyidik, dan tidak berbasis pada apa yang kita uji dan terungkap di persidangan,” sebutnya.
Ronny turut mempertanyakan bukti-bukti yang disebut jaksa dalam surat tuntutan, termasuk soal tuduhan keterlibatan Hasto dalam praktik suap.
“Kalau disebut terlibat penyuapan, riilnya seperti apa? Siapa yang mendengar langsung, siapa yang melihat langsung? Tidak ada. Teman-teman bisa lihat sendiri, dari semua saksi kunci di persidangan uang suap dari harun masiku bukan hasto kristiyanto,” ungkap Ronny.
Begitu pun dengan tuduhan perintangan penyidikan. Menurutnya, perihal itu tidak memiliki dasar yang kuat.
“Kalau dikatakan terlibat perintangan penyidikan, riilnya seperti apa? Merintangi siapa?” Saksi kunci menjelaskan bahwa Bapak Itu 2 orang berbadan tegap Bukan Hasto Kristiyanto kenapa 2 orang itu tidak diperiksa oleh kpk ujar Ronny.
Bahkan, keterangan ahli forensik yang telah dihadirkan oleh jaksa dipersidangan justru memperlemah tuduhan tersebut.
“Ahli forensik yang dihadirkan jaksa KPK sendiri malah menyatakan tidak ada barang bukti HP yang disebut-sebut direndam itu,” ungkapnya.
Ronny menyebut, tuntutan jaksa KPK hanya berdasar pada cerita yang dibuat-buat dan tidak menghormati asas due process of law. Dinilai, kasus yang menjerat kliennya sarat nuansa politik.
“Tuntutan jaksa hanya berdasarkan pada rangkaian cerita penyidik KPK yang bahkan selama penyidikan kasus ini banyak melanggar asas due process of law,” tuturnya.
“Yang benar jangan disalahkan, yang salah jangan dibenarkan. Ini bukan peradilan korupsi, tetapi peradilan yang dibuat hanya untuk pesanan politik. Ini rekayasa hukum, ini politisasi dan balas dendam politik dan Mas Hasto siap menjawab tuduhan ini dengan pledoi beliau minggu depan,” sambung Ronny.
Ronny turut mengkritik gaya penuntutan jaksa yang menurutnya terlalu menekankan logika tanpa bukti yang cukup.
“Saya tadi mendengar, setiap kali membacakan unsur, Jaksa Penuntut Umum selalu menyebutkan ‘secara logika atau tidak masuk logika’, padahal jaksa tidak boleh memaksakan tafsir logis terhadap suatu peristiwa tanpa dasar bukti yang sah dan meyakinkan,” kata dia.
“Jaksa tidak boleh sekadar ‘melogikakan’ peristiwa; ia wajib membuktikannya secara sah, adil, dan bermoral, karena hukum bukan alat untuk membenarkan asumsi, melainkan sarana untuk menegakkan kebenaran,” sambung Ronny.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.
Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Hasto didakwa dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.