Djawanews.com – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan perkara sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan kubu pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Dalam putusannya, MK menolak semua permohonan yang diajukan oleh Anies-Muhaimin.
Adapun permohonan dari kubu Anies-Muhaimin yakni membatalkan hasil Pilpres 2024, diskualifikasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan melakukan pemungutan suara ulang.
Meski MK memutuskan untuk menolak permohonan Anies-Muhaimin, Arief menilai semestinya Mahkamah mengabulkan permohonan untuk sebagian. Dalam pandangannya, seharusnya dilakukan pemungutan suara ulang perlu dilakukan di 6 provinsi yang menurutnya terdapat masalah dalam penyelenggaraan pemilu.
"Memerintahkan kepada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di daerah pemilihan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Sumatera Utara dalam waktu 60 hari terhitung sejak putusan ini diucapkan," ungkap Arief di gedung MK, Senin, 22 April.
Lalu, Arief menyebut MK semestinya juga memerintahan kepada Presiden Joko Widodo untuk bersikap imparsial dan netral dalam proses pemungutan suara ulang. Serta, melarang adanya pembagian bansos sebelum dan pada saat pemungutan suara ulang.
Dalam pandangannya, Arief mengungkapkan adanya dugaan intervensi kuat dari sentral cabang kekuasaan eksekutif yang cenderung dan secara jelas mendukung calon tertentu derigan segenap infrastruktur politiknya.
Hal ini juga merujuk pada pernyataan Jokowi saat mas kampanye, bahwa Presiden boleh berkampanye dan boleh memihak kepada salah satu pasangan capres-cawapres.
"Anggapan bahwa Presiden boleh berkampanye merupakan justifikasi yang tak dapat diterima oleh nalar yang sehat dan etika yang peka," ungkap dia.
Arief menegaskan, sejak Pilpres tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019, tak pernah ditemukan pemerintah turut campur dan cawe-cawe. Namun, ia memandang Pilpres 2024 diwarnai hiruk pikuk dan kegaduhan yang disebabkan secara terang- terangan Presiden dan aparaturnya bersikap tak netral, bahkan mendukung paslon tertentu.
"Apa yang dilakukan Presiden seolah mencoba menyuburkan spirit politik dinasti yang dibungkus oleh virus nepotisme sempit dan berpotensi mengancam tata nilai demokrasi ke depan," tegas Arief.
Lalu, tiga hakim MK berbeda pendapat atas putusan ini. Ketiga hakim konstitusi yang dissenting opinion antara lain, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.