Djawanews.com – Pengangkatan pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda), kerap tidak terpenuhi formasinya. Padahal pelamarnya cukup banyak dan kualifikasinya memenuhi. Di antara penyebabnya adalah Pemda takut akan membebani keuangan daerah jika formasi tersebut dipenuhi.
Namun di sisi lain, kerap terjadi pengangkatan tenaga honorer yang tidak sesuai kualifikasi dan kompetensi, yang dilakukan oleh kepala daerah. Imbasnya, hal ini akan lebih membebani keuangan daerah. Kepada kepala daerah yang melakukannya, harus ada sanksi yang diberikan.
“Pengangkatan pegawai itu tentunya sudah melalui musyawarah antara kementerian, badan kepegawaian negara, dan kepala daerah. Namun yang sering kita lihat, formasi yang ada tidak terpenuhi. Formasi itu kan sudah dimusyawarahkan, tetapi kok tidak terpenuhi, padahal calonnya banyak yang mampu. Lalu bagaimana skema penerimaan pegawai ini, sementara di sisi lain, ada kepala daerah yang justru mengangkat pegawai yang tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan? Pemda yang begini harus ada takzirnya,” ungkap Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. saat bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Abdullah Azwar Anas di Ruang Rapat Sriwijaya, Gedung B DPD RI, Jakarta, pada Senin (12/9/2022) siang.
Sebagai contoh, pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut mengungkapkan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI pernah memprogramkan pengangkatan guru honorer sebanyak 500.000, tetapi hanya direalisasikan tidak sampai 200 ribuan. Pemda tidak berani melakukan pengangkatan sesuai kebijakan Menteri Nadiem Makarim karena terbebani soal anggaran.
Selain itu, Gus Hilmy juga menekankan pentingnya formasi untuk penyandang disabilitas. Selain formasi khusus, pria yang juga sebagai Katib Syuriah PBNU tersebut menyampaikan aspirasi Pengurus Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) agar mereka diberi kesempatan juga untuk mencoba di formasi umum.
Menanggapi hal tersebut, Azwar Anas menyatakan bahwa penyandang disabilitas menjadi arahan dan perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Untuk itu akan dirinya akan memfasilitasi usulan tersebut.
“Kami sepakat terkait penyandang disabilitas. Sesuai dengan arahan Pak Presiden, kami akan memfasilitasi masukan tersebut. Dan untuk temuan pegawai pemerintahan yang tidak sesuai dengan kualifikasi, ini memang masalah. Nantinya akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi kinerja Pemda dalam kerangka reformasi birokrasi, khususnya akan dibuatkan sistem akuntabilitas instansi pemerintah,” ujar pria yang belum lama diangkat sebagai menteri tersebut.
Dijelaskan Azwar Anas, sisa kuota yang belum terpenuhi akan kembali dibuka pada tahun berikutnya. Arah kebijakan pengadaan ASN tahun 2022 ini adalah akan kembali dibuka tetapi hanya untuk PPPK, berfokus pada pelayanan dasar seperti guru dan tenaga kesehatan (termasuk formasi guru di daerah yang belum terpenuhi), keberpihakan kepada eks THK-II, dan kebutuhan ASN diusulkan oleh Instansi Pusat dan Daerah dengan memperhatikan kemampuan pembayaran gaji dan tunjangan sesuai peraturan perundang-undangan.
Total penetapan kebutuhan ASN pada 2022 adalah 530.028 formasi, 90.690 untuk pusat dan 439.338 untuk daerah. Rinciannya, PPPK sebanyak 319.716, PPPK Tenaga Kesehatan sebanyak 92.014, dan PPPK Tenaga Teknis sebanyak 27.608. Sementara pendaftarannya akan dibuka pada minggu III-IV bulan ini.