Djawanews.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Kali ini Firli dilaporkan karena membawa dokumen KPK terkait kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan dalam persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan.
"Kami telah membuat laporan ke Polda Metro Jaya 18 Desember," ujar Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki), Edy Susilo selaku pelapor dikutip Rabu, 20 Desember.
Tak hanya Firli Bahuri, kuasa hukum dari Ketua KPK nonaktif itupun yakni Ian Iskandar turut dilaporkan. Sebab, dia yang melampirkan dokumen rahasia itu dan membukanya dalam persidangan praperadilan.
Alasan di balik pelaporan itu karena Firli Bahuri dan pengacaranya dianggap tak berwenang menggunakan dokumen tersebut. Terlebih, Firli saat ini bukanlah pimpinan aktif KPK.
"Kapasitas Firli dalam praperadilan itu personal bukan atas nama lembaga. Jadi penggunaan dokumen lembaga bukan tidak mungkin menjadi pelanggarab etik bahkan pidana," kata Edy.
Adapun, laporan itu teregister dengan nomor LP/B/7588/XII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 18 Desember 2023. Dalam pelaporan itu, Firli Bahuri diduga melanggar Pasal 54 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pada kesempatan berbeda, Firli Bahuri merespon soal pelaporan yang ditujukan terhadapnya.
Menurutnya, semua hal yang berkaitan dengan penggunaan dokumen penanganan kasus dugaan suap di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan telah dijelaskan oleh pengacaranya dan ahli yang dihadirkan saat persidangan praperadilan.
"Saya kira sudah saya jelaskan oleh pengacara saya maupun ahli yang mendampingi saya di praperadilan," kata Firli.
Sebagai pengingat, kubu Firli Bahuri dalam repliknya sempat menyatakan penetapannya sebagai tersangka di kasus dugaan pemerasan terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) merupakan bukan penegakan hukum murni.
Sebab, diduga ada latar belakang Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto untuk melindungi Muhammad Suryo di perkara korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang ditangani KPK.
Muhammad Suryo merupakan Komisaris PT Surya Karya Setiabudi (SKS). Dia diduga menerima uang sleeping fee sejumlah Rp9,5 miliar dari janji Rp11 miliar.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah (Jabagteng), Putu Sumarjaya.
Sleeping fee adalah pemberian sejumlah uang dari peserta lelang yang dimenangkan kepada peserta yang kalah sebagai kebiasaan dalam pengaturan lelang proyek.
Lelang dimaksud berkaitan dengan paket Pembangunan Jalur Ganda Ka Antara Solo Balapan-Kadipiro -Kalioso KM96+400 sampai dengan KM104+900 (JGSS 6) Tahun 2022, Pembangunan Jalur Ganda Ka Elevated Antara Solo Balapan-Kadipiro KM104+900 sampai dengan KM106+900 (JGSS 4) Tahun 2022, dan Track Layout Stasiun Tegal (TLO Tegal) Tahun 2023.