Djawanews.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memberikan usulan agar upah minimum naik antara 8-10% tahun depan. Hal ini dijelaskan oleh Presiden KSPI Said Iqbal bahwasanya daya beli masyarakat terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Namun, menurutnya, bagi perusahaan yang tidak mampu karena pandemi Covid-19, kenaikan upah ini bisa ditangguhkan.
"Karena kan terpuruk banget daya beli, (usulannya) antara 8% sampai 10%. Bagi perusahaan yang tidak mampu karena terpukul pandemi COVID dia bisa melakukan penangguhan, kan adil, yang mampu bayar dengan nilai yang layak 8% sampai 10%, yang tidak mampu penangguhan," kata Said.
Upah Minimum Mengacu PP 78 Tahun 2015
Di samping itu, pihaknya menolak penetapan upah minimum tahun depan menggunakan formulasi dalam Undang-undang Cipta Kerja. Said juga menginginkan agar penetapan upah minimum tetap mengacu PP 78 Tahun 2015.
"Tepat sekali, kami setidak-tidaknya menggunakan PP Nomor 78 yaitu UMK sama dengan inflasi plus pertumbuhan ekonomi, kenaikannya. Jadi kalau 2022 ya 8% sampai 10%," tuturnya.
Lebih jauh, Said juga meminta agar upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) tahun depan tetap ada. Namun, perusahaan juga bisa mengacu pada UMK jika tidak mampu.
"Untuk sektor tertentu diberlakukan upah minimum sektoral kabupaten/kota, jangan nanti pabrik mobil Toyota, pabrik Panasonic upahnya sama dengan pabrik sendal jepit karena nggak ada UMSK, nggak adil kan kayak gitu," jelas Said Iqbal.
Pihak buruh, khususnya KSPI, akan menolak ikut berunding dalam membahas upah minimum 2022 jika pemerintah tetap menggunakan acuan UU Cipta Kerja.
"Setidak-tidaknya KSPI dan saya yakin semua serikat buruh menolak ikut dalam proses perundingan upah minimum di semua tingkatan, baik di kabupaten kota, provinsi maupun di tingkat nasional, kenapa? wong sudah ada di Omnibus Law dan itu kita tolak, sedang berjalan sidang judicial review," tambahnya.