Djawanews.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan penggerebekan pabrik kosmetik ilegal Tanpa Izin Edar (TIE). Produk dari pabrik tersebut tidak mengantongi izin edar dan mengandung bahan terlarang dalam kosmetika.
Produk kosmetika ilegal tersebut ditemukan di sebuah pabrik kosmetika ilegal di Pergudangan Elang Laut dengan alamat Sentra Industri 1 dan 2 Blok I1/28, RT 02/ RW 03, Jakarta Utara.
"Kami telah melakukan penindakan ke sarana kosmetika ilegal tersebut pada 9 Maret 2023. Hasilnya, kami menemukan dan menyita barang bukti bernilai total Rp7,7 miliar," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam keterangannya, Jumat (17/3).
Penny selanjutnya melaporkan produk-produk kosmetik ilegal itu juga dipesan oleh masyarakat secara perorangan hingga dokter kecantikan. Produk ilegal tersebut menurutnya juga dipasarkan secara daring.
Ia menyebut peredaran praktik kosmetika ilegal ini cukup luas. Peredarannya di Pulau Jawa (wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur), Bali (Denpasar), dan sebagian wilayah Sumatra (Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan Lampung).
"Jadi produk tanpa label dipesan oleh sebuah entitas bisa individu atau klinik, bisa dokter, bisa tenaga kesehatan, nanti mereka kasih label sendiri," kata dia.
Dengan demikian, Penny mewanti-wanti agar klinik dan dokter kecantikan lebih cermat saat membeli produk kosmetik. Ia meminta agar setiap dokter yang meresepkan obat kepada pasien, maka kliniknya harus memiliki fasilitas peracikan dari klinik dan diserahkan kepada pasien sesuai resep.
Ia mengatakan terdapat ketentuan di setiap unit item yang harus mendapatkan izin dari BPOM. Apabila produk itu harus dikemas langsung, maka tanggung jawab itu juga dibebankan kepada klinik sehingga terjamin higienitas dan mutunya.
"Pastikan melihat fasilitas produksinya ada di mana itu harus inspeksi dulu di awal proses produksi di mana," imbau Penny.
Lebih lanjut, Penny merinci barang bukti yang diamankan dari pabrik di Jakarta Utara itu, antara lain bahan baku berupa bahan kimia obat seperti Hidroquinon, Asam Retinoat, Deksametason, Mometason Furoat, Asam Salisilat, Fluocinolone, Metronidazole, Ketokonazol, Betametason, dan Asam Traneksamat senilai Rp4,3 miliar.
Kemudian bahan kemas berupa pot dan botol kosong untuk produk kosmetika senilai Rp164 juta; produk antara berupa lotion senilai Rp1,2 miliar; produk jadi berupa lotion malam dan berbagai macam krim tanpa merek senilai Rp1,4 miliar.
Selain itu, juga diamankan beberapa alat produksi berupa mesin mixing, mesin filling, mesin coding, mesin packaging, timbangan, dan alat produksi lainnya senilai Rp451 juta. Kendaraan minibus senilai Rp198 juta, serta alat elektronik berupa handphone, laptop, CPU, dan flashdisk senilai Rp31 juta juga turut disita dan diamankan dari lokasi.
Semua barang bukti tersebut telah disita dan saat ini, BPOM masih melakukan pemeriksaan terhadap sembilan saksi karyawan dan seorang ahli.
"Hasil pemeriksaan dari seorang yang diduga pelaku berinisial SJT yang merupakan pemilik usaha. Praktik produksi ini diduga sudah dilakukan pelaku sejak tahun 2020 di lokasi lain, yaitu di daerah Jakarta Barat. Sedangkan kegiatan produksi pada lokasi ini (Jakut) diduga dilakukan sejak bulan September 2022," jelas Penny.
Adapun dengan melihat bahaya atau efek dari kosmetik ilegal, Penny mengimbau masyarakat untuk terus meningkatkan literasi serta menambah pengetahuan dan wawasan, sehingga menjadi konsumen cerdas dan berdaya dengan tidak menggunakan kosmetika tanpa izin edar.
Ia juga meminta agar tenaga kesehatan agar mendorong pasien yang membutuhkan obat bentuk sediaan krim atau lotion untuk memperolehnya melalui sarana resmi. Sarana resmi dimaksud yaitu apotek yang dapat melakukan peracikan dengan tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan.
"BPOM tidak segan menegakkan hukum melalui penindakan terhadap oknum pelaku usaha yang sengaja melanggar regulasi dan melakukan kejahatan obat dan makanan," ujar Penny.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.