Djawanews.com – Kehadiran seorang ayah dalam proses tumbuh kembang anak sangat penting dalam membentuk kepribadian, kestabilan emosi, dan kemampuan bersosialisasi anak. Sayangnya, keterlibatan ayah dalam pengasuhan masih sering terabaikan di Indonesia.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji mengungkapkan bahwa sekitar 20,9 persen anak di Indonesia tumbuh tanpa peran ayah yang aktif. Kondisi ini berdampak signifikan pada perkembangan emosional, sosial, dan intelektual mereka.
"Anak-anak cenderung lebih sering berinteraksi dengan ibunya. Pola ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam pola pengasuhan, dan berdampak pada perkembangan anak dalam jangka panjang," ungkap Wihaji di Jakarta.
Merujuk data UNICEF tahun 2021, ketidakhadiran figur ayah dalam pengasuhan anak di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perceraian, kematian, serta pekerjaan ayah yang mengharuskan tinggal jauh dari keluarga.
Survei BPS tahun yang sama juga menunjukkan bahwa hanya 37,17 persen anak usia 0–5 tahun yang tumbuh dibesarkan oleh kedua orang tua secara bersamaan.
Wihaji menekankan keluarga merupakan lingkungan pembelajaran pertama bagi anak, dan kehadiran ayah bukan hanya pelengkap, melainkan bagian vital dari proses tersebut.
"Banyak ayah masih menganggap pengasuhan anak hanya tanggung jawab ibu. Padahal, ayah berperan besar dalam pembentukan karakter anak yang tangguh dan sehat secara psikologis."
Sebagai solusi, BKKBN memiliki Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), sebuah inisiatif yang bertujuan memperkuat peran ayah dalam membesarkan anak, termasuk dalam mendampingi anak memasuki masa remaja.
"Melalui GATI, kita ingin membangun kesadaran bahwa figur ayah sangat menentukan arah pertumbuhan anak. Ini adalah upaya untuk menciptakan keluarga yang tangguh, yang bisa menghasilkan generasi masa depan yang berdaya saing dan berkarakter," ujar Wihaji.
Ia juga menyoroti fenomena "generasi stroberi"—istilah yang menggambarkan generasi muda yang tampak menarik namun rapuh secara emosional dan mudah menyerah di bawah tekanan. Keterlibatan ayah dalam kehidupan anak diharapkan dapat menjadi penyeimbang untuk membentuk karakter yang kuat dan resilien dalam menghadapi tantangan zaman.
GATI memiliki berbagai program, mulai dari layanan konseling daring melalui platform Siapnikah dan Satyagatra, hingga pendekatan berbasis komunitas melalui Konsorsium Penggiat dan Komunitas Ayah Teladan (Kompak Tenan).
Program ini juga diperluas ke tingkat lokal melalui Desa/Kelurahan Ayah Teladan (Dekat) di wilayah Kampung Keluarga Berkualitas, serta integrasi dengan lingkungan sekolah lewat konsep Sekolah Bersama Ayah (Sebaya).
Inisiatif-inisiatif ini dirancang untuk menanamkan budaya pengasuhan berbasis kolaborasi antara ayah dan ibu, guna menciptakan pengasuhan yang setara dan adil secara gender, demi mewujudkan keluarga yang harmonis dan anak-anak yang berkembang optimal.