Djawanews.com - Biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung kian membengkak. Berdasarkan hitungan terakhir PT KAI (Persero), pembengkakan biaya kini mencapai 7,97 miliar dollar AS, sekitar Rp113 triliun.
Pembengkakan estimasi biaya sebenarnya sudah terjadi sejak pembangunan belum dimulai. Tepatnya pada 2016 lalu, ketika terjadi revisi jarak tengah antara rel ganda membuat biaya mega proyek kereta cepat menelan dana lebih dari 5,1 miliar dollar AS.
Indikasi membengkaknya biaya proyek kereta cepat diketahui pada September 2020 lalu. Saat itu, perkembangan proyek mengalami keterlambatan dan juga kendala pembebasan lahan.
Dari situ, pemerinta pun meminta KCIC melakukan peninjauan ulang. Setelah ditinjau ulang, angka pembengkakak proyek sementara ini mencapai 1,9 miliar dollar AS, setara Rp26,9 triliun.
Angka itu ditemukan setelah perbaikan dan efisiensi yang dilakukan di tubuh PT Konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai perusahaan induk Kereta Cepat Jakarta-Bandung. KCIC sendiri adalah gabungan dari beberapa BUMN dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Termasuk gabungan perusahaan China Beijing Yawan.
Pembengkakan Biaya Diketahui
Manajemen KCIC sendiri sempat dirombak. Kemudian efisiensi biaya juga dilakukan hingga akhirnya diketahui nilai pembengkakan sebesar 1,9 miliar dollar AS.
"Dengan new management, kami sudah melakukan pergantian manajemen KCIC, dibantu konsultan kami efisiensi alias melakukan cost cutting. Mulai dari efisiensi rencana TOD, pengelolaan stasiun melalui relokasi dan sebagainya," kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI Salusra Wijaya Salusra Wijaya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Rabu, 1 September 2021.
Salusra mengatakan, pembengkakan biaya proyek paling banyak terjadi pada biaya pembebasan lahan dan biaya konstruksi. Kenaikan biaya konstruksi terjadi dengan perkiraan 600 juta hingga 1,25 miliar dollar AS. Sementara kenaikan biaya pembebasan lahan mencapai 300 juta dollar AS.
"Ini memang tough sekali, karena jalurnya banyak dan luas. Masalah lahan juga melewati daerah komersial, bahkan ada kawasan industri yang direlokasi dan ini costly (mahal) sekali untuk penggantiannya," ungkap Salusra.
Di samping itu, ada kenaikan biaya keuangan mencapai 200 juta dollar AS karena beban interest during construction yang besar akibat keterlambatan proyek. Belum lagi kenaikan biaya pra-operasi dan head office sebesar 200 juta dollar AS akibat kenaikan biaya konsultan keuangan, pajak, dan hukum.
Imbas dari keterlambatan proyek juga membuat biaya operasional harian proyek ikut naik. Dan yang terakhir ada biaya keperluan lain yang ikut naik hingga 50 juta dollar AS yang dominan digunakan untuk keperluan sinyal yang bekerja sama dengan Telkomsel.