Djawanews.com – Saat wabah virus corona alias Covid-19 mulai melanda Indonesia, sebagian mahasiwa di Yogyakarta memilih untuk tidak pulang ke kampung halaman. Alasannya, biaya tes sebagai persyaratan untuk kembali ke Yogyakarta cukup mahal.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Carolina Ramanita Wala Ola (21). Mahasiwi dari Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur itu memilih untuk tinggal di Jogja sampai waktu yang belum ditentukan.
“Saya tidak tertarik (rapid test maupun swab test). Pertama karena rumah saya jauh dan harga tiket mahal, lalu masih harus ditambah dengan tes swab yang biayanya mencapai Rp 1 jutaan, kurang worth it,” ujar mahasiwi Universitas Atmajaya itu kepada Harian Jogja, Selasa (11/8/2020).
“Selain itu, keluarga saya yang di kampung halaman kebanyakan sudah tua, jadi daripada berisiko, lebih baik saya tetap dijogja saja,” sambung Carol.
Pendapat Carol juga diamini oleh Halida Fitri (22). Dia merasa terbebani dengan biaya test Covid-19. Pasalnya, biaya transportasi ke kampung halamannya di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, sangat mahal.
Fitri menyebut, tiket pulangnya ke kampung halaman menggunakan pesawat bisa mencapai Rp 7 juta.
“Apalagi hasil tes cuma berlaku 14 hari. Kalau mau swab tes jelas kemahalan,” ucap Fitri.
Hal lain yang membikin Fitri gundah adalah soal respon lingkungan di sekitar kos terhadap orang yang positif Covid-19.
Namun, Fitri bukan khawatir karena dikucilkan, dia lebih mengkhawatirkan apabila ada biaya tambahan yang haris ditanggung oleh uang jajan bulanannya di Jogja.
“Di lingkungan indekosku ketat sekali, teman yang baru balik dari Lombok disuruh tes lagi sama yang punya kos. Tentu saja itu kan biaya lagi. Padahal kalau menurut prosedur daerah ya isolasi mandiri, kalau ada keluhan minta surat ke RT untuk dirujuk ke rumah sakit,” kata Fitri.
Oleh sebab itu, Fitri lebih memilih untuk tidak pulang ke kampung halaman selama masih ada pandemi Covid-19. Dia masih belum tahu kapan dirinya bisa pulang ke kampung halamannya.