Djawanews.com – Para petani di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, merasa dirugikan dengan dipangkasnya jatah pupuk bersubsi serta dinaikkannya harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi.
Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Klaten, Ato Susanto menilai, kebijakan tersebut berpotensi menurunkan produktivitas petani.
“Petani jelas menjerit. Dengan pengurangan alokasi (pupuk) itu risikonya penurunan produktivitas,” ujar Atok kepada Solopos, Senin (4/1/2021).
Atok menyampaikan, kebijakan mengurangi alokasi pupuk bersubsi serta menaikkan HET terkesan terburu-buru.
“Semestinya pemerintah berembuk dengan petani terlebih dahulu untuk mengatasi kekhawatiran penurunan produktivitas seiring berkurangnya jatah pupuk bersubsidi. Ini belum ada sosialisasi, pemerintah sudah ada keputusan pengurangan subsidi sepihak,” kata Atok.
Selain penurunan produktivitas, pemangkasan jatah serta kenaikan harga pupuk bersubsidi juga semakin membuat petani tak bisa mendapatkan untung.
“Analisis usaha petani padi saat ini kalau dihitung betul, petani sudah merugi. Biaya produksi per ha itu sekitar Rp 10 juta. Kalau dipanen empat bulan harga jualnya kisaran Rp 12 juta per ha. Jika dihitung harian dengan keuntungan Rp 2 juta, sehati itu pendapatan petani tidak lebih dari Rp 20 ribu. Ditambah lagi dengan harga pupuk naik, keuntungan petani semakin turun,” papar Atok.
Simak perkembangan informasi terkini hanya di Warta Harian Djawanews. Selain itu, untuk mendapatkan informasi cepat dan menarik jangan lupa ikuti Instagram @djawanewscom.