Djawanews.com – Persidangan atas kasus tragedi susur sungai SMPN 1 Turi digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Sleman pada Kamis (2/7/2020) lalu. Persidangan tersebut mengusung agenda mendengar keterangan sembilan saksi yang didatangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ketiga terdakawa, IYA (36), RY (58), dan DDS (58), dihadirkan dalam persidangan. Ketiganya adalah pembina dalam ekstrakurikuler Pramuka di SMPN 1 Turi. Masing-masing terdakwa bekerja sebagai guru dengan mata pelajaran yang berbeda.
Dalam persidangan, salah satu saksi yang dihadirkan adalah AAP (14), pelajar sekaligus dewan penggalang di SMPN 1 Turi. Dalam keterangannya, saat kejadian tragis tersebut para terdakwa tidak ikut mendampingi siswa.
Sedangkan AAP mengaku berada di urutan paling belakang. Ia tidak bisa menyelesaikan susur sungai karena air sungai meluap tiba-tiba. Saat itu pula AAP langsung menghindari aliran sungan dan ikut membantu temannya yang terluka.
“Saat susur sungai saya tidak melihat ketiga pembina (IYA, RY dan DDS). Tapi setelah arus naik saya melihat Pak Yopi (IYA) turun ke sungai untuk membantu siswa,” terang AAP.
Kegiatan susur sungai seharunya setiap siswa dibekali dengan alat keselamatan, mulai dari tongkat, tali, dan pelampung. Sayangnya, pembina susur sungai SMPN 1 Turi tak membekali semua siswanya dengan peralatan tersebut, hanya ketua regu yang membawa tongkat. AAP juga mengaku bahwa siswa tak diberi pengarahan terkait fungsi tongkat tersebut.