Djawanews.com—Bukan Covid-19 yang dikhawatirkan saat ini di NTT, tetapi justru masalah demam berdarah (DBD). Hingga Senin (16/3) sudah terdapat 3.661 kasus DBD di NTT dan menewaskan 42 orang.
Perang Masyarakat NTT Melawan DBD
Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi menegaskan bahwa yang perlu dikhawatirkan di NTT adalah masalah DBD.
“Untuk COVID-19 kita perlu waspada, tetapi yang perlu dikhawatirkan saat ini adalah masalah DBD yang saat ini sudah menerjang 22 kabupaten/kota se-NTT,” kata Wagub NTT kepada wartawan di Kupang, Rabu (18/3).
Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya jumlah korban meninggal akibat DBD di provinsi tersenut. Meskipun jumlah pasien DBD dari hari ke hari terus mengalami penurunan, berkat penanganan yang sigap dari dokter dan pemerintah daerah setempat.
“Kami juga sudah mengimbau kepada sejumlah bupati untuk tidak hanya mencegah masuknya virus COVID-19 tetapi juga menanggani dan mencegah penyebaran nyamuk aedses aegypty yang menyebabkan DBD,” tambah dia.
Masyarakat NTT juga mulai menyatakan perang terhadap DBD. Salah satu caranya adalah dengan membersihkan lingkungan sekitar dari berbagai sampah-sampah.
“Saya mau sampaikan juga kepada masyarakat NTT bahwa sampah itu kalau dalam bahasa lanti Odi et Amo yang artinya membenci dan mencintai. Kalau kita mencintai sampah berarti kita pungut sampah dan membuang pada tempatnya penyakit tidak akan datang, tapi kalau kita membenci sampah, kita buang sembarang maka penyakit akan datang ke pada kita,” ucap dia.
Kasus DBD NTT yang terbanyak masih berada pada Kabupaten Sikka dengan jumlah kasus 1.335 kasus dengan kematian mencapai 14 orang. Posisi kedua ditempati kota Kupang dengan jumlah kasus mencapai 502 kasus dengan korban meninggal mencapai lima orang.
Ikuti juga berita-berita terbaru dan menarik lainnya, dari dalam dan luar negeri, yang dibahas Djawanews di sini.