Djawanews.com – Putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Ketua MK Anwar Usman harus mundur dari posisi jabatan ketua MK saat ini. Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan bahwa sejumlah alasan saat mengabulkan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan tersebut dalam sidang yang diikuti via saluran Youtube MK pada Senin, 20 Juni.
MK memutuskan bahwa pasal 87 huruf a UU MK bertentangan dengan UUD 1945. Keputusan tersebut membuat Anwar Usman dan Aswanto saat ini harus mundur dari jabatan Ketua MK dan Wakil Ketua MK.
"Menyatakan Pasal 87 huruf a UU Nomor 7 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tegas Usman.
Adapun Pasal 87 huruf a UU 7/2020 berbunyi: Hakim konstitusi yang saat ini menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi tetap menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sampai dengan masa jabatannya berakhir berdasarkan ketentuan undang-undang ini;
Dalam UU 7/2020 diatur jabatan hakim konstitusi tanpa periodisasi selama 15 tahun dan bertahan hingga usia 70 tahun. Berdasarkan ketentuan, masa jabatan Usman sebagai hakim konstitusi berakhir sampai 6 April 2026, dan Aswanto sampai 21 Maret 2029.
Anwar Usman Bakal Masih Punya Waktu 9 Bulan Nikmati Posisi Ketua MK?
Namun demikian, Hakim MK Enny Nurbaningsih menyatakan keduanya tetap sah sebagai hakim konstitusi sampai dengan terpilihnya ketua dan wakil ketua MK baru. Hal ini agar tak menimbulkan persoalan atau dampak administratif atas putusan a quo.
"Oleh karena itu, dalam waktu paling lama 9 bulan sejak putusan ini diucapkan harus dilakukan pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi," baca Enny.
Dalam putusan tersebut, tujuh dari sembilan hakim MK ada alasan berbeda (concuring opinion) dan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Dua hakim yang memiliki concuring opinion serta dissenting opinion sama adalah Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul. Hakim konstitusi Wahidudin Adams memiliki pendapat berbeda, dan hakim konstitusi Saldi Isra memiliki alasan berbeda. Kemudian alasan dan pendapat berbeda disampaikan Hakim Konstitusi Suhartoyo. Dan, ada alasan berbeda dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh.
Terakhir, Anwar Usman kemudian menyampaikan pendapat berbedanya dalam putusannya tersebut.
"Norma di dalam suatu pembentukan peraturan perundang-undangan adalah suatu sistem yang saling melengkapi satu sama lain. Tidak boleh di dalam pembentukan sebuah undang-undang ada norma yang justru menegasikan norma lainnya. Jika hal tersebut terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa penyusunan pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut keluar atau tidak sesuai dengan kaidah pembentukan perundang-undangan yang baik," tutur Anwar Usman.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.