Djawanews.com – Angka kematian harian COVID-19 tercatat berjumlah 2.069 orang pada Rabu, 28 Juli. Angka ini menempatkan Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia untuk kasus pasien meninggal akibat COVID-19.
Melihat hal itu, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar segera memantau pasien isolasi mandiri (isoman) untuk menekan angka kematian. Pasalnya, kurangnya pantauan dan dampingan membuat jumlah kematian pasien isoman meningkat.
"Pasien bergejala ringan dan sedang diminta melakukan isoman karena faskes dan rumah sakit tidak mampu menampung. Implikasinya, pemerintah harus memantau pasien isoman dengan cermat, termasuk menyediakan konsultasi dokter, obat-obatan dan asupan bergizi," ujar Netty kepada wartawan, Rabu, 28 Juli.
Seharusnya, lanjut Netty, tersedia tenaga pendamping untuk memantau perkembangan gejala. Seperti tenaga relawan melalui kolaborasi dengan ormas atau komunitas masyarakat.
Kemudian, fasilitas Telemedicine untuk memantau pasien isoman, menurutnya, dapat digunakan sebagai alternatif solusi. Namun, kata Netty, teknologi ini belum sepenuhnya efektif mengatasi problem pasien isoman, sebab tidak semua lapisan masyarakat tahu, paham dan memiliki akses telemedicine.
Karena itu, legislator Jawa Barat itu mengingatkan, Pemerintah harus menggencarkan sosialisasi telemedicine dan memudahkan aksesnya agar menjangkau semua lapisan masyarakat.
"Kendala kedua, diagnosis dokter melalui telemedicine kurang efektif, baik karena rendahnya kemampuan komunikasi pasien, maupun keterbatasan dokter untuk mengidentifikasi gejala secara online. Ini pun perlu mendapat perhatian dan dicarikan langkah antisipasinya," kata Netty.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu juga menyesalkan penanganan pandemi dari aspek kesehatan masih sangat kedodoran. Angka testing dan tracing terus menurun, sementara postivity rate lebih tinggi dari standar WHO.
"Kasus baru bertambah 45.203. Hingga 18 Juli 2021, tercatat 180 daerah berstatus zona merah," katanya.
Dari aspek ekonomi, tambah Netty, pemerintah juga belum efektif melakukan upaya pemulihan. Antara lain ditandai dengan adanya 19,10 juta orang usia kerja atau 9,30 persen yang terdampak COVID-19.
"Pertumbuhan ekonomi masih melambat, jumlah pengangguran dan masyarakat miskin akibat terdampak pandemi meningkat. Sayangnya pemerintah gagap merespon kondisi ini sehingga bansos dengan jumlah kecil pun terlambat dicairkan," jelas dia.