Kemendikbud bersikeras tetap menerapkan kebijakan PPDB berbasis zonasi meski telah banyak di protes oleh orang tua murid.
Pelaksanaan Penerimaan Siswa Baru ( PPDB) 2019 menuai banyak masalah di sejumlah daerah dan memunculkan sejumlah protes dari orang tua murid seperti yang terjadi wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Ada beberapa hal yang ditengarai sebagai permasalahan dalam PPDB dengan sistem berbasis zonasi, seperti daya tampung sekolah yang tidak seimbang dengan banyaknya jumlah siswa di suatu wilayah , perpindahan kependudukan secera tiba, tiba serta kewajiban untuk menerima 90 persen calon siswa yang tinggal di lokasi dekat sekolah.
Alasan PPDB zonasi tetap diberlakukan
Banyaknya permasalahan yang muncul saat pelaksanaan peneriman siswa baru di beberapa daerah tidak membuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merombak seleksi PPDB zonasi.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan ada sejumlah alasan mengapa pihaknya tetap menjalankan sistem penerimaan siswa berbasis Zonasi , antara lain:
1.Jumlah Kuota siswa berprestasi ditambah
Muhadjir mengungkapkan, Kementerian telah melonggarkan batasan kuota penerimaan siswa berprestasi yang semula 5 persen menjadi 5 hingga 15 persen. Menurutnya penerapan kebijakan tersebut diterapkan sesuai dengan pesan presiden Jokowi agar memperlonggar batasan kuota tersebut.
“Untuk daerah yang sudah pas 5 persen dengan aturan yang lama berjalan terus,” terang Muhadjir.
2.Tidak semua daerah bermasalah dengan PPDB
Sebenarnya tidak semua daerah menuai masalah dalam pelaksaan penerimaan siswa berbasis Zonasi. “sebetulnya Jawa Timur saja. Kita berdiskusi dengan Ibu Khofifah (Gubernur Jatim) pak Ganjar (Gubernur Jateng). Saya juga sudah berkomunikasi dengan Pak Ridwan Kamil (Gubernur Jabar) dan sudah tidak ada masalah,” kata Menteri Muhadjir
Dia menambahkan, ada beberapa daerah yang sudah melakukan dengan baik sistem zonasi ini, diantaranya Kalimantan
Utara dan Bali.
“Mereka (Wilayah Kalimantan dan Bali) sudah mulai mendata siswa bahkan sebelum PPDB, sehingga saat PPDB dimulai kuota tiap sekolah sudah terpetakan,” Ungkap Mendikbud.
3. Zonasi bersifat lunak dan fleksibel
Mendikbud juga menekankan sistem zonasi bersifat lunak serta fleksibel. Sistem ini tidak berbasis kepada ranah administratif. akan tetapi akan bergantung pada keberadaan sekolah, jumlah siswa di suatu wilayah dan Radius.
“Jadi kalau ada populasi siswa tidak ada sekolah ya harus diperluas
zonasinya sampai ada sekolah yang masuk ( zonasi). Kalau ada wilayah tidak ada
sekolah, ya bukan zonasi namanya,”
terang Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
4. Selesaikan masalah mikroskopik
Mendikbud memaparkan penerimaan calon siswa baru dengan sistem zonasi akan digunakan melakukan pemetaan terhadap berbagai permasalahan yang selama ini tidak terlihat pada masing-masing wilayah.
“Justru dengan zona ini diharapkan kita dapat memetakan masalah pendidikan secara mikroskopik. Karena kalau pendekatannya nasional akan buram gambarnya,” kata Muhadjir.
Perihal daya tampung siswa, ketimpangan sarana dan prasarana serta pemerataan kualitas guru justru akan dapat dipetakan dan dapat dicarikan jalan keluarnya melalui sistem PPDB zonasi ini.
5.Sosialisasi
Soal sosialisasi, Menteri Muhadjir mengatatakan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) terkait PPDB sistem zonasi sudah diluncurkan sejak Desember 2018.
“Selama enam bulan kita sealu menjalin koordinasi dengan dinas pendidikan termasuk membahas zona bayangan. Dari 1.600 skenario zona yang kita tawarkan menjadi 2.600-an berdasarkan masukan-masukan dari dinas pendidikan kota maupun kabupaten,” Ujarnya.
kendati demikian, Muhadjir mengakui manfaat dari penerapan kebijakan penerimaan sekolah dengan sistem zonasi memang belum bisa dirasakan secara langsung.
“Tergantung pada komitmen pemerintah daerah, kesadaran dan perubahan mental masyarakat, topangan pemerintah pusat,” jelasnya.
6. Menghindari Praktik Jual Beli Kuota
Muhadjir menyampaikan, dengan Penerapan kebijakan PPDB zonasi diharapkan akan menghilangkan dapat praktik curang dalam penerimaan siswa seperti jual beli Kuota atau titipan anak pejabat.
“Saya belum ada lihat berita itu. Sejumlah lembaga telah kita ajak untuk bekerjasama seperti KPK, Siber Pungli dan juga Ombusman ,” kata Muhadjir