Djawanews.com – Sebanyak 120 pakar energi dan kelistrikan di tanah air, melakukan pertemuan di Jogjakarta membahas perihal transisi energi berkelanjutan, pada hari Selasa (16/5) kemarin dalam acara Seminar mengenai Transisi Energi dan Kelistrikan di Fakultas Teknik UGM Jogjakarta.
Di dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas dan ekonomis menjadi prasyarat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan kerja yang produktif, memperkuat industri dan menciptakan sektor bisnis yang sehat.
Tenaga listrik merupakan faktor pendorong utama dalam mendukung aktivitas perekonomian pada suatu negara dan berkorelasi yang erat dengan tingkat kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik menjadi salah satu faktor pendukung tercapainya kemakmuran masyarakat.
Menurut Dekan Fakultas Teknik UGM Selo, di dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas dan ekonomis menjadi prasyarat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan kerja produktif, memperkuat industri dan menciptakan sektor bisnis yang sehat.
"Tenaga listrik merupakan driver utama dalam mendukung aktivitas perekonomian pada suatu negara," ujarnya
Aktivitas ekonomi ini memiliki korelasi yang erat dengan tingkat kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik menjadi salah satu faktor pendukung tercapainya kemakmuran masyarakat.
"Agar pasokan listrik dapat terjamin dan berkelanjutan dengan kualitas dan keandalan yang baik, maka industri penyedia tenaga listrik nasional, di dalam hal ini PT PLN (Persero) harus di dorong dan di design menjadi perusahaan listrik nasional yang tumbuh dan sehat," kata Selo
Selo juga mengungkapkan, jika saat ini mayoritas negara di dunia termasuk Indonesia, sedang melakukan transisi energi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penyediaan energi listrik.
"Transisi energi mengacu pada tren pergeseran penggunaan sumber energi fosil yang tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara ke sumber energi terbarukan seperti energi surya, energi angin dan energi air. Transisi energi ini menjadi semakin penting, sebab masalah lingkungan dan ketersediaan sumber daya yang semakin menipis," tambahnya
Berbagai kebijakan untuk percepatan transisi energi telah dituangkan baik melalui Peraturan Pemerintah (PP. No 79/2014), Peraturan Presiden (Perpres No 19/2017), terakhir Perpres no 112/2022 dan lebih update adalah rencana terbitnya UU EBT yang diinisiasi oleh DPR RI. PT PLN (Persero) juga telah merespon secara aktif dan adaptif untuk percepatan transisi energi melalui rencana eksekusi yang telah dituangkan di RUPTL.
"Dengan percepatan dan pemanfaatan sumber energi baru serta terbarukan di dalam komposisi energi mix nasional, maka hal tersebut juga akan berdampak terhadap rencana percepatan pemanfaatan EBT di sektor ketenagalistrikan, terutama percepatan untuk mencapai net zero emission yang telah menjadi komitmen Pemerintah RI pada tahun 2060," terang Selo.
Tak hanya itu saja, Selo juga menerangkan jika transisi energi mempunyai beberapa manfaat seperti sebagai diversifikasi energi, penciptaan lapangan kerja di sektor energi hijau, penghematan biaya dalam jangka panjang, keamanan pasokan energi dan peningkatan daya saing industri lokal pada kompetisi industri global.
Dan dalam proses transisi energi, EBT sangat memegang peranan penting. Namun, implementasi pengembangan EBT untuk mendukung transisi energi, menghadapi beberapa tantangan sebagai berikut pertumbuhan kebutuhan listrik yang stagnan, pasar EBT belum terbentuk, kebergantungan pada energi fosil, subsidi energi fosil, keterbatasan infrastruktur EBT, dan investasi EBT yang relatif mahal.
"Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah strategis untuk mendukung transisi energi, seperti mencetak demand baru atau kendaraan listrik dan kompor listrik, penggunaan teknologi penyimpan seperti baterai, implementasi smart grid and internet of thing (IoT), mengurangi subsidi batu bara, menerapkan mekanisme penetapan harga karbon, diversifikasi sumber energi, memperkuat kebijakan energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, mengembangkan rencana transisi yang adil, bekerja sama dengan mitra internasional, mendorong kemitraan publik-swasta, dan monitoring and evaluation proses transisi energi," tungkasnya.