Djawanews.com – Ratusan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) dari berbagai bidang keilmuan menolak usulan pemberian gelar Guru Besar Kehormatan kepada pejabat publik.
"Kami dosen-dosen UGM menyatakan menolak usulan pemberian gelar guru besar Kehormatan kepada individu-individu di sektor nonakademik, termasuk kepada pejabat publik,” tulis surat pernyataan tertanggal 22 Desember 2022 yang beredar belakangan di media sosial dan aplikasi percakapan.
Pernyataan ini memuat nama ratusan dosen dari berbagai fakultas, seperti Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Teknik, Fakultas MIPA, dan Fakultas Hukum, termasuk akademisi terkenal seperti Pratikno, Purwo Santoso, dan Zainal Arifin Mochtar.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protkol UGM Dina Kariodimedjo menyatakan pihaknya masih menunggu arahan dari pimpinan untuk menjelaskan pernyataan itu lebih lanjut. “Kami masih diminta menunggu arahan,” kata Dina saat dihubungi, Kamis 16 Februari.
Sebelumnya, ia menyatakan UGM telah membentuk tim untuk menindaklanjuti pernyataan tersebut, kendati enggan menjelaskan duduk perkara munculnyaurat pernyataan itu.
Dalam surat itu dosen-dosen UGM menyatakan profesor merupakan jabatan akademik, bukan gelar akademik. Jabatan akademik memberikan tugas kepada pemegangnya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban akademik.
"Kewajiban-kewajiban akademik tersebut tidak mungkin dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pekerjaan dan atau posisi di sektor non-akademik," tulis poin pertama surat itu.
Di poin kedua, mereka menyatakan bahwa pemberian gelar Honorary Professor (Guru Besar Kehormatan) kepada individu yang berasal dari sektor non-akademik tidak sesuai dengan asas kepatutan.
Dalam poin ketiga, para dosen menyatakan Honorary Professor seharusnya diberikan kepada mereka yang telah mendapatkan gelar jabatan akademik profesor.
Sementara pada poin keempat, dosen-dosen UGM menyatakan jabatan Profesor Kehormatan tidak memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas dan reputasi UGM. Justru sebaliknya, pemberian Profesor Kehormatan akan merendahkan marwah keilmuan UGM.
“Pemberian Profesor Kehormatan ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah UGM dan berpotensi menimbulkan praktik transaksional dalam pemberian gelar dan jabatan akademik.”
Menurut mereka, pemberian Profesor Kehormatan seharusnya diinisiasi oleh departemen yang menaungi bidang ilmu calon Profesor Kehormatan tersebut. "Pemberian gelar ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akademik sesuai bidang ilmunya," tandas mereka.