Djawanews.com – Kekayaan desa wisata bisa menjadi pionir kebangkitan pariwisata di Yogyakarta selama masa pandemi covid-19. Alam pedesaan Indonesia yang alami (eco tourism) merupakan pembayangan wisatawan dunia yang perlu ditangkap oleh desa wisata dengan dukungan stakeholder, industri perjalanan wisata, akademisi (perguruan tinggi), komunitas, dan media massa.
“Tentunya dengan penerapan CHSE (cleanliness/kebersihan, health/kesehatan, safety/keamanan), dan environment/ramah lingkungan) dalam SOP covid-19 yang diterapkan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif,” jelas Desideria Murti, pakar pedesaan dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Rabu (14/10/2020), dikutip dari KRjogja.
Ia menjelaskan, masa awal pandemi, desa wisata sempat terpukul karena hanya mengandalkan single income. Nasib berbeda dialami desa wisata yang juga memiliki usaha lain.
“Yang mampu bertahan dan cepat adaptasi adalah desa wisata yang multidiversifikasi, memiliki usaha lain, dan desa wisata yang punya kecepatan pemahaman teknologi informasi dengan menguasai sosial media. Mereka bisa cepat bergerak, misalnya dengan jualan/promosi online,” lanjut Desi.
Desi mencohtohkan, desa wisata yang hanya mengandalkan outbond anak sekolah, di Kulon Progo misalnya, harus memastikan penerapan CHSE dan saat ini belum dapat dibuka, terlebih lagi saat ini sekolah masih diliburkan.
“Namun desa wisata Nglanggeran yang dulu muncul karena ada bencana justru ulet dan cepat beradaptasi dengan virtual tour, webinar,” tambahnya.
Jika Anda ingin mendapatkan info wisata dan rekomendasi tempat wisata, baik lokal, nasional, maupun internasional, ikuti terus rubrik travel di Warta Harian Nasional Djawanews. Selain itu, untuk mendapatkan informasi cepat dan menarik, jangan lupa ikuti Instagram @djawanescom.