Djawanews.com – Tidak hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak banyak yang terharu menonton film Miracle Cell No.7. Beberapa video yang menunjukkan respon anak-anak usai nonton film yang dibintangi Vino G Bastian ini membuat Sutradara Hanung Bramantyo trenyuh.
"Ya Allah, nak. Saya nggak tahu ada kisah apa di balik kesedihannya. Yang jelas, ngliat ini rasanya pengen meluk," tulis Hanung di Instagram ketika mengunggah ulang video yang viral di TikTok.
Dalam video unggahan @amw903 itu nampak seorang anak tak bisa menahan tangis hingga tetap duduk usai film berakhir. Beberapa anak lain mencoba menenanngkan dan menguatkannya.
Video itu mendapat tanggapan dari Psikolog Anak RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, Jane Cindy Linardi, M.Psi, Psi. "Film umumnya memang melibatkan emosi-emosi dari setiap karakter. Dari segi penceritaan, penonton dibawa masuk untuk mengenal karakter-karakternya terlebih dahulu, sehingga penonton membangun “empati” terhadap tokoh-tokoh, turut merasakan emosi dari tokoh-tokoh tersebut," terangnya.
Dengan penggabungan elemen musik, semosi penonton mudah larut. "Musiknya pun dipilih yang sesuai dan biasanya memang musik tersebut tujuannya untuk membangun emosi yang sedang ditampilkan dalam adegan film. Untuk anak-anak yang menangis dan memeluk ortunya setelah menonton, artinya mereka punya kepekaan emosi yang baik," jelasnya.
Anak-anak yang menangis adalah sebuah kewajaran, artinya mereka bisa “berempati” dengan tokoh dalam film dan ikut merasakan kesedihan. "Bisa juga nanti orang tua-orang tua yang ajak anaknya nonton, tanyakan ke anak, apa yang mereka rasakan setelah nonton film tersebut, nanti bisa digali lebih dalam," tegasnya.
Jane Cindy yang sudah menonton film itu memuji akting Vino G Bastian. "Kebetulan saya sudah menonton filmya, memang sangat bagus dalam menggambarkan kedekatan hubungan ayah dengan anaknya. Selain itu, Vino G. Bastian (pemeran Dodo) bisa deliver karakter Dodo sebagai individu dengan disabilitas intelektual dengan sangat baik. Hal ini juga bisa membantu masyarakat awam untuk lebih aware dengan kondisi individu dengan disabilitas intelektual," ujarnya.
Menurut Jane, terlihat juga bagaimana anak (Kartika), berperan menjadi “orang tua” bagi bapaknya yang punya kondisi khusus. Hal ini sebetulnya banyak terjadi juga di dunia nyata, anak merawat orang tuanya karena kondisi ortu yang tidak memungkinkan sehingga bisa membuat anak tergugah empatinya.
"Dan di film ini bagus sekali digambarkan soal konsep “anak mengasuh ortu” pada adegan Kartika menyiapkan bekal, handuk, dan baju ganti untuk bapaknya bekerja, kemudian mengingatkan ayahnya untuk makan, dan ketika bapaknya bekerja jualan balon pun, anaknya yg mengantarkan balon-balonnya dan meminta fee yang fair ke pembeli," terangnya.
Sebagaimana film lain, Jane meminta orangtua yang mengajak anak menonton film ke bioskop bisa memberikan pendampingan. Menjawab adegan yang tidak bisa dipahami anak.
"Di film Miracle Cell No 7, misalnya, orang tua diharapkan bisa mengedukasi anak terutama pada adegan-adegan pemukulan kepada tokoh Dodo. Lalu konsep “pembunuhan” dan “pemerkosaan” yang dituduhkan polisi kepada tokoh Dodo, bisa orang tua jelaskan sesuai usia anak. Untuk anak usia 7 tahun ke bawah: jelaskan sekongkret mungkin. Misal: pembunuhan dapat dijelaskan dengan “tokoh Dodo mendorong anak kliennya ke kolam renang, sehingga anak tersebut tenggelam dan meninggal,” sarannya.
Lantas bagaimana carai menjelaskan konsep pemerkosaan? "Anak dapat diberi penjelasan bahwa “tokoh Dodo memegang bagian tubuh privat dan kelamin anak dari kliennya." Diharapkan anak di usia tersebut juga sudah mendapatkan edukasi seks sehingga sudah paham tentang konsep “bad touch” yang dimaksudkan. Pada anak usia 8 tahun ke atas, yang sudah mulai paham konsep abstrak, dapat dijelaskan secara lebih detail," lanjutnya.
Ada beberapa scene yang mungkin susah dimengerti anak. Karena itu jangan lupa tanyakan komentar anak seusai nonton dan pastikan menjawab hal yang tak bisa mereka pahami.
"Contohnya, candaan yang agak-agak nyerempet, yaitu saat adegan Tora Sudiro (Jaki) mau mencari nama untuk anaknya. Seharusnya untuk candaan seperti ini, anak-anak belum terlalu aware. Kecuali mungkin anak-anak di usia pre-teen/teenager, biasa sudah lebih aware," pungkasnya.