Djawanews.com – Motivator Merry Riana berharap film Angel: Kami Semua Punya Mimpi bisa menggerakkan para penonton untuk melakukan kebaikan terhadap para penyandang disabilitas. Film yang merupakan sekuel dari film My Idot Brother itu sudah tayang di bioskop mulai 4 Mei lalu.
“Harapannya mereka (penonton) bisa tergerak dan sadar bahwa untuk melakukan kebaikan nggak perlu hal-hal yang sangat besar,” kata Merry saat dijumpai usai konferensi pers di Jakarta.
“Dengan kita peduli, kita memberikan senyuman atau menjadi relawan, itu sudah berbuat kebaikan. Sometimes berbuat kebaikan nggak butuh uang atau hal yang besar. Dengan membantu orang untuk mendukung mimpinya atau mungkin hanya menjadi teman, menurut saya itu sudah berperan dalam berbuat kebaikan,” imbuhnya.
Menurut Merry, film ini pun tak hanya bercerita tentang para anak muda yang saling mendukung mimpi dari temannya. Tetapi, film “Angel: Kami Semua Punya Mimpi” juga bercerita tentang orang tua yang memiliki harapan tersendiri terhadap anaknya.
Oleh sebab itu, Merry pun mengaku juga memetik pembelajaran dari kisah yang ditampilkan di film ini. Sebagai seorang ibu, dia mengatakan bahwa film ini juga merupakan pengingat agar para orang tua bisa mengusahakan komunikasi dua arah dengan anak-anaknya.
“Saya bisa memahami keinginan dari ibunya (karakter ibu Andro dalam film) yang benar-benar ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Karena kan as a single parents, apalagi punya anak kebutuhan khusus. Sementara dia punya harapan yang besar untuk anak satu-satunya. Jadi saya bisa sangat mengerti,” ujar Merry dikutip dari ANTARA.
“Dan itu bisa mengingatkan saya bagaimana pun juga, walaupun keinginan kita, kita ingin yang terbaik untuk anak tapi anak harus tetap tahu. Kita sayang sama anak kita, tapi mereka harus tahu dan sadar bahwa mereka disayang. Oleh sebab itu penting komunikasi dua arah,” imbuhnya.
Dengan film ini, Merry berharap para orang tua yang menyaksikan juga bisa memetik pembelajaran. Meskipun setiap orang tua ingin masa depan yang terbaik untuk anaknya, namun mereka juga perlu memahami sudut pandang dari sang anak sebelum memutuskan secara sepihak.
“Saya yakin pasti semua orang tua apapun tindakannya pasti sebenarnya intensinya baik. Untuk kebaikan anak. Hanya saja sering kali, mereka hanya memikirkan dari sudut pandangnya dia. Nggak mengkomunikasikan atau nggak memahami dan mengerti,” tutur Merry.
“Menurut saya sih, kurangi asumsi dan perbanyak komunikasi. Yang saya ingatkan ke diri saya sendiri, anak itu kan nggak pernah merasakan jadi orang tua. Kalau kita kan pernah merasakan jadi anak. Jadi sebenarnya kitalah sebagai orang tua yang harusnya bisa lebih mencoba untuk aktif bertanya, memberikan kesempatan, atau apapun itu,” pungkasnya.