Inilah Sejarah Pembangunan PLTA Tulungagung yang Tak Banyak Diketahui.
Sejak Jepang memasuki negeri ini pada tahun 1942-1945, kekerasan dan pemaksaan sudah mulai dilakukan, khususnya masyarakat Tulungagung.
Pada masa itulah, masyarakat Tulungagung diminta kerja paksa atau romusha berupa pembuatan saluran dan terowongan Niyama untuk mengalirkan kelebihan air DAS Kali Brantas di daerah Tulungagung ke Samudera Hindia.
Hal ini dilakukan Jepang sebagai upaya untuk mengendalikan banjir yang dirasa mengganggu tentara Jepang. Namun pelaksanaan ini terhenti akibat kekalahan tentara Jepang dalam Perang Dunia ke II (Agustus 1945).
Pada tahun 1955 daerah Tulungagung terkena banjir besar yang menelan banyak korban dan kejadian itu menimbulkan gagasan pembangunan kembali terowongan Niyama yang kemudian pada tahun 1955-1961 pembangunan terowongan Niyama tersebut diteruskan oleh Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur.
Selanjutnya pada tahun 1978 dilakukan Proyek Drainase Tulungagung berupa pembuatan Terowongan Tulungagung Selatan dan Saluran Drainase Parit Agung ke arah selatan menuju Samudera Hindia.
Sebagai kelanjutan dari pengembangan Proyek Drainase Tulungagung guna memanfaatkan kelebihan sumber daya air yang melimpah untuk kepentingan pembangkit tenaga listrik maka dibangunlah PLTA Tulungagung.
Mengenal PLTA Tulungagung
PLTA Tulungagung berlokasi di dusun Sidem, Dea Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
PLTA Tulungagung memanfaatkan potensi sumber daya air dari daerah aliran sungai (DAS) kali Ngrowo yang berhilir di Saluran Parit Agung. Saluran Parit Agung sendiri berasal dari saluran Parit Raya, Kalidiwir, suplesi dari Kali Brantas, serta sungai-sungai kecil yang salurannya bermuara ke saluran Parit Agung.
Memiliki lingkungan alam yang bersih, hijau dan tertata rapi, membuat PLTA Tulungagung memiliki suasana yang tenang dan asri.
Karakteristik orang-orangnya hangat, ramah, dan bersahabat. Dengan jumlah karyawan yang tidak terlalu banyak semakin menambah akrab suasanan dan hubungan kerja para penghuninya.
Saat ini PLTA Tulungagung berada di bawah naungan manajemen PT Pembangkitan Jawa Bali – Unit Pembangkitan Brantas. PLTA ini didisain dengan dengan tipe turbin Francis vertikal dengan daya maksimum terpasang sebesar 2 X 18 MW. PLTA ini dioperasikan dengan menerapkan pola seasonal run of river. Energi tahunan rata-rata yang dihasilkan kurang lebih mencapai 184 GWh.
Sejak beroperasi pertama kali pada tahun 1993, PLTA Tulungagung sudah memiliki peran sebagai pendukung utama jaringan listrik 70 kV di daerah Jawa Timur bagian selatan, yang meliputi wilayah Tulungagung, Trenggalek, Ponorogo, dan Pacitan.
Jika karena suatu hal sehingga terjadi gangguan yang mengakibatkan PLTA Tulungagung tidak dapat beroperasi maka dampaknya akan sangat terasa yaitu berupa penurunan tegangan pada sistem 70 kV.
Hal ini akan mengakibatkan timbulnya dampak-dampak lain dan salah satu diantaranya adalah terpaksa dilakukannya pemadaman listrik sehingga akan berakibat sangat merugikan bagi pihak konsumen.
Dengan fungsi yang amat vital tersebut maka menjadikan manajemen operasi dan pemeliharaan unit sebagai suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan guna menjamin kehandalan operasi pembangkit listrik tua ini.