Djawanews.com – EN, guru Bahasa Inggris di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, menggunduli 14 siswinya karena tidak memakai dalaman hijab (ciput). Kejadian yang viral di media sosial ini langsung mendapat tanggapan dari Anggota Komisi X DPR RI, Illiza Sa'aduddin Djamal.
"Mendidik memang tidak mudah, tetapi sebagai pendidik, seorang guru seharusnya bisa lebih menahan diri, tidak memakai ciput bukanlah suatu pelanggaran, itu hanya sebuah mode dan pelengkap dalam berhijab," kata Illiza di Banda Aceh, Senin silam.
Ia menjelaskan berhijab merupakan sebuah kewajiban, sedangkan mengenakan ciput itu bagian dari pelengkap dan penyempurnaan hijab agar rambut bagian depan tidak terlihat.
Illiza berharap kepada guru di seluruh Indonesia agar kembali mengedepankan aspek persuasif dalam melakukan pendidikan, dengan kelembutan hati, serta kesabaran.
"Apapun alasannya tindakan seperti itu tentu tidak dibenarkan dalam pendidikan. Sebaiknya mereka diberikan peringatan terlebih dahulu, kemudian diedukasi bagaimana mengenakan hijab yang benar dan tentu saja tidak mengedepankan emosi semata," ujarnya.
Sebagai legislator Komisi X yang membidangi pendidikan, ia mengajak pemerintah dan pihak sekolah untuk dapat menciptakan dan menumbuhkan sekolah aman dan inklusif untuk mendukung terwujudnya pendidikan berkualitas.
"Kejadian seperti ini harus menjadi ibrah (pelajaran) bagi para pendidik lain terkhusus di lingkungan sekolah agama yang membawa pendidikan Islami yang penuh keteladanan moral," ujarnya.
Menurut dia, di perguruan tinggi terdapat Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, dan telah membentuk satuan tugas (Satgas) untuk itu.
Makanya pemerintah pusat juga harus mengintervensi satuan pendidikan dengan membuat satgas terkait perundungan.
Hal yang juga penting, lanjutnya, memberikan pemahaman bagi masyarakat dan ekosistem sekolah dapat memahami dan mengerti definisi dari perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi sebagai bagian dari upaya pencegahan.
"Insya Allah jika pendekatan yang baik maka pendidikan moral dan karakter akan tercapai dan dapat diserap oleh para generasi bangsa," demikian Illiza.
Sebelumnya, peristiwa brutal tersebut terjadi saat seorang guru SMPN 1 Sukodadi berinisial EN, mengajar siswi kelas IX, Rabu (23/8/2023) lalu.
Di kelas itu, EN mendapati 14 siswi yang mengenakan jilbab, namun tak menggunakan ciput. EN pun langsung menghukum siswi dengan memotong rambut mereka pakai mesin cukur, hingga botak sebagian.
Setelahnya, aksi EN pun dicibir dan menuai masalah, sebab sejumlah wali murid tak terima dan protes anaknya digunduli. Mediasi pun dibuka keesokan harinya, Kamis (24/8).
Kepala sekolah, EN, dan 10 wali murid yang anaknya jadi korban pembotakan hadir saat itu. Dalam forum, wali murid dan EN saling memaafkan. EN juga mengaku salah.
Kini EN ditarik oleh Dinas Pendidikan Lamongan dan dilarang mengajar di SMPN 1 Sukodadi lagi, hingga batas waktu entah sampai kapan.