Djawanews.com – Kondisi utang Indonesia dikhawatirkan akan bernasib sama dengan dengan Sri Lanka yang terjerat Pemerintah China karena menolak untuk merestrukturisasi utang sebesar 8 miliar dolar AS melalui skema Belt and Road Initiative (BRI).
Untuk diketahui warisan utang yang ditinggalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) per Februari 2022 saja sudah lebih dari Rp7 ribu triliun.
Terkait hal itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin pun menilai pemerintah yang akan datang tidak akan sanggup untuk melunasi utang Indonesia yang diwariskan Presiden Jokowi.
“Tak akan mampu. Siapapun yang jadi presiden tak akan mampu menyelesaikan utang negara yang sudah segunung itu,” kata Ujang, dikutip dari pojoksatu.id, Senin 18 April.
Ia lantas menyarankan pemerintah serius memberantas korupsi dan memastikan uang negara tidak masuk ke dalam perut para koruptor.
“Tak ada jalan lain, selain membasmi korupsi dan menyita seluruh aset-aset koruptor,” tegasnya.
Pasalnya, jika pemerintah terus berupaya menutup utang dengan menerapkan berbagai pajak yang memicu kenaikan sejumlah harga pokok, maka akan timbul gesekan dan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Karena jika diambil dari pajak, rakyat sangat keberatan dengan banyaknya pajak dan kenaikan pajak. Ini kan uang itu adanya di pejabat-pejabat dan para pengusaha. Artinya uang itu adanya di pihak swasta. Negara tak punya uang, dan punyanya utang,” ujarnya.
Lanjut Ujang, salah satu yang menjadi andalan pemerintah untuk menutup beban utang negara yakni memberlakukan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Namun program itu ternyata tidak berjalan dengan baik dan cenderung dimanfaatkan oleh pengusaha pengemplang pajak.
“Tax amnesty yang mestinya bisa menghasilkan pendapatan bagi negara, tapi cenderung dikerjai oleh para pengusaha,” jelasnya.