Djawanews - Ukraina menolak proposal perdamaian yang disodorkan oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto terkait dengan perang Rusia dan Ukraina. Kyiv menilai bahwa pihaknya tidak membutuhkan mediasi semacam itu.
"Terdengar seperti usulan Rusia, bukan usulan Indonesia. Kami tidak butuh mediator seperti ini datang ke kami [dengan] rencana aneh ini," kata Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov, seperti dikutip AFP.
Reznikov melontarkan penolakan ini usai Prabowo mengajukan proposal damai kala berpidato di Shangri-La Dialogue di Singapura.
Dalam pidato itu, Prabowo mengemukakan tiga poin untuk menghentikan perang antara Rusia dan Ukraina, yaitu gencatan senjata, penarikan pasukan, dan referendum.
"Yang pertama harus dilakukan adalah meminta pihak Ukraina dan Rusia untuk menerapkan gencatan senjata," ujar Prabowo, seperti dilansir kantor berita Antara.
Prabowo juga mendesak pasukan Ukraina dan Rusia mundur sejauh 15 kilometer dari titik gencatan senjata guna menciptakan wilayah demiliterisasi.
Menurutnya, zona demiliterisasi ini mesti diamankan dan dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Gerindra itu juga mengusulkan agar PBB menggelar referendum untuk menentukan warga di zona demiliterisasi tersebut ingin bergabung dengan Ukraina atau Rusia.
"PBB kemudian menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi," ujar Prabowo.
Prabowo berpandangan bahwa PBB harus menggelar referendum untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk di wilayah sengketa.
"Saya mengusulkan agar dialog Shangri-La menemukan modus deklarasi sukarela yang mendesak Ukraina dan Rusia untuk segera memulai negosiasi perdamaian," kata Prabowo, sebagaimana dilansir Reuters.
Sejak perang berkobar, Moskow sebetulnya sudah beberapa kali menggelar referendum di empat wilayah yang hendak mereka caplok. Hasil referendum menunjukkan keempat wilayah tersebut ingin bergabung dengan Rusia, meski hasil itu diduga diwarnai kecurangan.
Negeri Beruang Merah pun mencaplok sepihak keempat wilayah itu, walau Ukraina masih menguasai sejumlah titik di daerah-daerah tersebut.
Referendum semacam ini jelas bukan hal asing dalam perseteruan kedua negara. Pada 2014, misalnya, Rusia mencaplok Crimea usai wilayah tersebut menggelar referendum. Pencaplokan itu tak pernah diakui masyarakat internasional.